Kamis, 09 Agustus 2012

0

Dirjen Dikti Jadi Pjs Rektor UI

  • Kamis, 09 Agustus 2012
  • Unknown
  • Mulai 14 Agustus mendatang, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) akan memiliki pemimpin baru. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Djoko Santoso akan memimpin kampus kuning tersebut hingga terpilih rektor baru.

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menunjuk Djoko sebagai pejabat sementara rektor UI. "Hal ini sesuai dengan permintaan majelis wali amanah (MWA) UI. Efektif per 14 Agustus," kata Nuh kepada Okezone, Kamis (9/8/2012).

    Djoko akan memimpin UI sambil tetap menjalankan tugasnya sebagai dirjen Dikti Kemendikbud. Menurut Nuh, nantinya Djoko akan dibantu oleh para pelaksana harian di UI. "Tugas Pak Djoko sebagai Pjs rektor UI akan dibantu p[ara wakil rektor. Artinya, operasional UI akan tetap berjalan normal," imbuhnya.

    Masa jabatan Gumilar Rusliwa Somantri sebagai rektor UI akan habis pada 14 Agustus 2012. Selanjutnya UI akan memilih rektor baru untuk masa jabatan 2012-2017.
    Read More
    0

    Resep Cara Membuat Opor Ayam Enak Mudah Dan Empuk

  • Unknown
  • Resep Cara Membuat Opor Ayam Enak Dan Mudah Dan Empuk  -  Resep Cara Membuat Opor Ayam Enak Dan Mudah Dan Empuk  ini yang akan Tempatonlineku bahas kali ini, ingin mencoba membuat resep aneka masakan indonesia  untuk  Sobat Onliner's  Semuanya, Sebentar lagi kan lebaran nie, pasti banyak yang mau buat Opor Ayam buat kuliner Lebaran Atau Hari Raya lainnya Oke langsung saja ini  Resep Cara Membuat Opor Ayam Enak Dan Mudah Dan Empuk  :

    Opor Ayam
    Opor Ayam TempatOnlineKu


    BAHAN :
    1 kg atau 1 ekor ayam
    minyak goreng secukupnya
    2 lembar daun salam
    1 batang serai, di memarkan
    1 cm lengkuas. dimemarkan
    4 cm kayu manis
    750 cc santan dari satu butir kelapa
    BUMBU :
    10 butir bawang merah
    4 siung bawang putih
    1 sendok makan ketumbar
    10 butir jintan
    1 /2 sendok teh merica bulat
    2 cm jahe
    2 cm kunyit
    garam secukupnya
    • Ayam dibersihkan sampai bersih, lalu dipotong menjadi 10 bagian. Kemudian di goreng dalam minyak panas sampai berwarna kekuning-kuningan. Angkat dan tiriskan.
    • Haluskan semua bumbu sampai halus. Selanjutnya panaskan 3 sendok makan minyak. lalu tumis bumbu yang sudah dihaluskan. masukkan daun salam. serai, lengkuas dan kayu manis.
    • Setelah keluar aromanya. masukkan santan dibarengi dengan ayam. Masak terus sampai santan mendidih dan ayam empuk.
    • Setelah matang. angkat dari atas kompor dan siap disajikan bersama dengan lontong atau ketupat
    Read More
    0

    Puji Ferrari, Rossi Sindir Ducati

  • Unknown
  • Valentino Rossi meminta kepada Ducati untuk mengikuti jejak Ferrari. Rossi salut dengan kebangkitan Tim Kuda Jingkrak di arena Formula One (F1).

    Seperti diketahui, Ferrari memang sempat terpuruk pada awal musim F1. Tim asal Italia ini seperti sulit bersaing dengan tim lain. Setelah Fernando Alonso memenangi balapan di Grand Prix Malaysia, performa Ferrari menurun.

    Meski demikian, Alonso terus berusaha mengumpulkan angka demi angka di setiap balapan, hingga pembalap Ferrari ini berhasil meraih kemenangan kedua di Spanyol dan podium juara untuk ketiga kalinya di Jerman.

    Ternyata, kebangkitan tim Ferrari itu mendapatkan perhatian khusus dari Rossi. Bintang MotoGP ini sangat salut sekali dengan perkembangan performa mobil Ferrari yang dikendarai oleh Alonso pada musim ini.

    “Ferrari sempat tertinggal jauh pada awal musim dan Alonso yang membuat perbedaan. Tapi, kinerja tim juga meningkat,” demikian pujian yang dilayangkan oleh Rossi, untuk Tim Kuda Jingkrak.

    Sebaliknya, berbeda dengan Ferrari, performa tim Ducati hingga kini belum mengalami perbaikan. Terakhir, pembalap asal Italia itu harus terjatuh pada balapan di MotoGP Amerika Serikat, pekan kemarin.

    “Namun, bagi kami (Ducati), kami tidak mengalami peningkatan sama sekali,” ujar Rossi, kepada La Gazzetta dello Sport.
    Read More
    0

    CONTOH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

  • Unknown
  • PENELITIAN TINDAKAN KELAS
    Oleh : Prof. Dr. Suwarsih Madya
    Bagian I
    Pendahuluan
    Anda adalah guru yang sudah banyak jam terbangnya, bukan? Pasti Anda punya banyak
    pengalaman, baik manis maupun pahit, dalam mengajar. Pengalaman manis dapat Anda
    rasakan ketika siswa-siswa Anda berhasil meraih prestasi, yang sebagian merupakan
    kontribusi Anda. Dan, Anda pasti menginginkan siswa-siswa Anda selalu berhasil meraih
    prestasi terbaik. Namun, mungkin keinginan Anda yang mulia tersebut lebih sering tidak
    tercapai karena berbagai alasan. Misalnya, mungkin Anda sering menemukan siswasiswa
    tidak bersemangat, kurang termotivasi, kurang percaya diri, kurang disiplin, kurang
    bertanggung jawab dsb. Pasti Anda sudah melakukan upaya untuk mengatasinya, tetapi
    mungkin hasilnya masih jauh dari yang Anda inginkan.
    Dan Anda masih ingin mengatasi masalah-masalah yang Anda temukan di kelas,
    bukan? Mengapa tidak mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan?
    Mendengar kata ’penelitian’ mungkin Anda ingat pengalaman pahit ketika dulu meneliti
    untuk skripsi Anda karena harus mengembangkan instrumen yang berkali-kali direvisi
    atas saran dosen pembimbing, harus minta ijin ke sana ke sini, harus terjun ke lapangan
    menemui responden, yang tidak selalu menyambut dengan ramah kedatangan Anda,
    harus kecewa karena angket tidak semua dikembalikan, harus menganalisis data dan
    seirng tersandung masalah statistik, dan setelah analisis selesai, harus kecewa karena
    hasilnya tidak selalu siap dipraktikkan di dunia nyata. dsb. Singkatnya, kegiatan
    penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat.
    Anda tidak perlu mengalami itu semua ketika Anda melakukan penelitian
    tindakan. Mengapa? Karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian
    lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau
    lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk
    Anda sebagai guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori,
    penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian
    tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru.
    Mari kita bicarakan hal ikhwal tentang penelitian tindakan. Kalau Anda pernah
    mempelajarinya, pembicaraan ini berfungsi untuk menyegarkan kembali atau
    memperkaya apa yang telah Anda ketahui. Kalau Anda belum tahu banyak, lewat
    pembicaraan ini Anda akan mengenalnya, memahaminya, dan akhirnya berminat untuk
    melaksanakannya, untuk mencapai cita-cita Anda yang mulia, yaitu meningkatkan
    keberhasilan mendidik, mengajar dan melatih murid-murid Anda, yang akan memberikan
    sumbangan yang signifikan pada peningkatkan kualitas pendidikan nasional. Seperti
    tercantum dalama UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional
    befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan
    kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD
    1945. Oleh sebab itu, upaya Anda untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas
    merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan
    yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit.
    Mari kita menyamakan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan penelitian
    tindakan kelas (PTK).
    Apa yang Dimaksud dengan PTK dan Apa Ciri-cirinya?
    Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan
    dunia nyata, maka ia cocok untuk Anda sebagai guru. Anda mungkin heran kenapa
    istilah ’penelitian’ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan
    dengan istilah ’tindakan’. Keheranan Anda tidak berlebihan karena memang jenis
    penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah
    ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat
    membantu Anda dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan
    (Silakan baca Burns, 1999: 30; Kemmis & McTaggrt, 1982: 5; Reason & Bradbury,
    2001: 1).
    Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan
    untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru
    ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya
    dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.
    Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses
    pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran
    yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas
    (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung
    gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa
    subyek dalam PTK termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk
    menjaga kualitas PTK? Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa
    melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi
    sebagai kolaborator Anda.
    Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang
    dinamis pula, apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar.
    Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras
    dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada
    tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama
    dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu
    sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu,
    apakah diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi
    nyata? Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis
    dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
    Apa syarat-syarat agar PTK Anda berhasil?
    Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syaratsyarat
    lain? Betul, silakan baca McNiff, Lomax dan Whitehead (2003). Pertama, Anda
    dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan
    kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam
    seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin terwujud jika ada maksud
    yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut. Kedua, Anda dan kolaborator menjadi
    pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang
    akan dicapai. Ketiga, tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada
    pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun
    pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan
    pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilainilai
    yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika
    didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran
    mengakui kelemahan/kekurangan diri. Keempat, tindakan tersebut dilakukan atas dasar
    komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Kelima,
    penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan
    melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya.
    Keenam, Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah
    arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik
    terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Kutujuh,
    Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang
    dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang
    diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional.
    Kedelapan, Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi
    autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang mungkin
    diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain
    (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar
    lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama
    penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis
    mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan (3) teorisasi, yang
    dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara
    tertentu. Kesembilan,Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk
    termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog,
    yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan
    gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk
    visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Kesepuluh, Anda perlu memvalidasi
    pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat pemeriksaan kritis dengan
    mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun
    bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan
    masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil
    seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi
    selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan
    data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
    Apa yang dapat Dicapai lewat Penelitian Tindakan Kelas?
    Pertanyaan ini dapat diubah menjadi, ”Kapan Anda secara tepat dapat melakukan
    PTK?” Jawabnya: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi
    tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Anda dalam proses
    pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan kata lain, Anda ingin
    meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap praktik tersebut, dan
    situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84). Dapat dikatakan bahwa
    tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Anda, perilaku muridmurid
    Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran
    kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau
    pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan
    langsung di ruang kelas.
    PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan
    pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion,
    1980: 211): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi
    pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan
    keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya
    melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara
    alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang
    biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi
    pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua
    butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri
    oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua,
    penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera
    diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait.
    Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus
    pengembangan.
    Kriteria dalam Penelitian Tindakan
    Benarkah PTk harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya
    penelitian, PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas
    untuk penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif,
    yaitu makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta
    penelitiannya (Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran
    peneliti dipandang lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh
    Burns, 1999). Karena PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah
    validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas
    dialogis, yang harus dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal
    saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns,
    1999: 161-162, menyitir Anderson dkk,1994).
    Validitas: demokratik, hasil, proses, katalitik, dan dialoguis
    Validitas Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan
    pencakupan berbagai suara. Dalam PTk, idealnya Anda, guru lain/pakar sebagai
    kolaborator, dan murid-murid Anda masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa
    yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung.
    Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK
    (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan
    pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas Anda memberikan manfaat kepada
    mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas
    Anda? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat
    berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan
    pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran kelas
    Anda, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi
    pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk
    meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada tahap refleksi awal
    guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala
    Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan dan/atau didorong untuk
    mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembelajaran
    bahasa Inggris di sekolah terkait. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu kesepatakan
    bahwa memang ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan kekurangan tersebut perlu
    diperbaiki dalam konteks yang ada, atau juga disebut kesepakatan tentang latar belakang
    penelitian. Selanjutnya, diciptakan proses yang sama untuk mencapai kesepakatan
    tentang masalah-masalah apa yang ada, yaitu identifikasi masalah, dan tentang masalah
    apa yang akan menjadi fokus penelitian atau pembatasan masalah penelitian. Kemudian,
    proses yang sama berlanjut untuk merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan
    hipotesis tindakan yang akan menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga
    dilaksanakan melalui proses yang melibatkan semua peserta penelitian untuk
    mengungkapkan pandangan dan pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang
    mendorong setiap peserta penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan
    pandangan, pendapat, dan gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung.
    Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil
    yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya
    melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu
    kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar dalam
    siklus penelitian pada Gambar 1 di bawah, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir
    tindakan pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan bahasa Inggris lewat
    tugas ‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan
    sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul
    pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut
    salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri dalam
    kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru timbul pada
    akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan, begitu
    seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap, berkesinambungan tidak
    pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan kondisi. (Mohon dicermati uraian
    masing-masing tahap dan kesinambungan masalah yang timbul). Validitas hasil juga
    tergantung pada validitas proses pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria
    berikutnya.
    Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang
    dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan
    seberapa memadai proses pelaksanaan PTK Anda? Misalnya, apakah Anda dan
    kolaborator Anda mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Anda dan
    kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada
    sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah
    peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data
    yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
    Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para
    peneliti dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif, mungkin dengan
    menghitung berapa siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan bahasa Inggris untuk
    berkomunikasi lewat tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris
    yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan
    lama waktu yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru
    memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah yang
    tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis merefleksi
    bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan cara-cara
    mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan apa
    yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang aktif diminta
    mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah ada perubahan
    pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan
    pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan kedua berupa
    pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari peran pemberi
    pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan
    terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan lewat dialog
    reflektif yang demokratik.
    Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan
    kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan
    dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris
    yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan oleh
    wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi
    komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang mencakup pendekatan
    komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya
    (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian, motivasi, tingkat
    perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap pembelajaran bahasa asing. Jika
    wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan
    lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang tercapainya perubahan
    yang diinginkan dengan indikator yang tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang
    menghambatnya.
    Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk
    mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan
    dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif
    mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati perhatiannya
    terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang
    didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada
    semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan siswa. Dalam
    pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti melakukan penilaian
    terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi
    penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian, diperlukan kompetensi
    lain untuk membuat catatan lapangan dan harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih
    baik jika para peneliti merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga
    catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti dalam bidang yang
    diteliti dan dalam pengumpulan data lewat pengamatan partisipan sangat menentukan
    kualitas proses tindakan dan pengumpulan data tentang proses tersebut.
    Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas
    kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan
    pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang
    diambil sebagai akibat dari perubahan ini.
    Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas,
    validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktorfaktor
    yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran.
    Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan malu
    melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk
    mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta
    mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses
    pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan
    pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran
    komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta
    peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan
    pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap
    memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan
    berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui
    siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
    Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam
    penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui
    tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat
    dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog
    reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat
    bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
    Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih
    berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu,
    setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia
    akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog
    kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan
    simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas
    dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat
    peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data
    mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi.
    Trianggulasi untuk Mengurangi Subjektivitas
    Bagaimana Anda meningkatkan validitas PTK Anda? Tidak lain dengan
    meminimalkan subjektivitas melalui trianggulasi. Anda sebagai pelaku PTK dapat
    menggunakan metode ganda dan perspektif kolaborator Anda untuk memperoleh
    gambaran kaya yang lebih objektif. Bentuk lain dari trianggulasi adalah: trianggulasi
    waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999:
    164). Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang
    berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan
    frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya
    suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik
    tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan
    jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi peneliti dapat
    dilakukan dengan pengumpulan data yang sama oleh beberapa peneliti sampai
    diperoleh data yang relatif konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat
    mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi
    ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda.
    Dalam contoh proses pembelajaran bahasa Inggris di atas, ada dua atau tiga kelas yang
    dijadikan ajang penelitian yang sama dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas
    tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu
    dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku
    tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang
    berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.
    Reliabilitas
    Reliabilitas data PTK Anda secara hakiki memang rendah. Mengapa? Karena
    situasi PTk terus berubah dan proses PTK bersifat transformatif tanpa kendali apapun
    (alami) sehingga sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi, padahal tingkat
    reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek
    situasi yang dapat berubah (variabel) dan hal ini tidak mungkin atau tidak baik dilakukan
    dalam PTK. Mengapa tidak mungkin? Karena akan bertentangan dengan ciri khas
    penelitian tindakan itu sendiri, yang salah satunya adalah kontekstual/situasional dan
    terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Penilaian peneliti menjadi salah
    satu tumpuan reliabilitas PTK. Cara-cara meyakinkan orang atas reliabilitas PTK
    termasuk: menyajikan (dalam lampiran) data asli seperti transkrip wawancara dan
    catatan lapangan (bila hasil penelitian dipublikasikan), menggunakan lebih dari satu
    sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau
    orang lain yang relevan.
    Kelebihan dan Kekurangan PTK
    PTK memiliki kelebihan berikut (Shumsky, 1982): (1) tumbuhnya rasa memiliki
    melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat
    interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada
    saling merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama
    demokratis dan dialogis dalam PTK (silakan lihat Passow, Miles, dan Draper, 1985).
    PTK Anda juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan
    keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Anda sendiri karena terlalu banyak
    berurusan dengan hal-hal praktis, (2) rendahnya efisiensi waktu karena Anda harus
    punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara Anda masih harus
    melakukan tugas rutin ; (3) konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin
    kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap kebutuhan dan keinginan
    anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk
    mendapatkan pemimimpin demikian.
    Persyaratan Keberhasilan PTK
    Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi (Hodgkinson, 1988): (1)
    kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk
    menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4)
    waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar
    orang-orang yang terlibat; dan (6)pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh
    peserta penelitian.
    Penelitian Tindakan Kolaboratif
    Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK
    yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns,
    1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988:
    5; Hill & Kerber, 1967, disitir oleh Cohen & Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1)
    penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang
    dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (2) penelitian
    kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan
    yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi
    fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua
    orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada Anda
    sebagai guru dan murid-murid Anda serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada.
    Kolaborasi atau kerja sama dalam melakukan penelitian tindakan dapat dilakukan
    dengan: mahasiswa; sejawat dalam jurusan/sekolah/lembaga yang sama; sejawat dari
    lembaga/sekolah lain; sejawat dengan wilayah keahlian yang berbeda (misalnya antara
    guru dan pendidik guru, antara guru dan peneliti; antara guru dan manajer); sejawat
    dalam disiplin ilmu yang berbeda (misalnya antara guru bahasa asing dan guru bahasa
    ibu); dan sejawat di negara lain (Wallace, 1998).
    Prinsip-prinsip penelitian tindakan kolaboratif
    Tiga tahap PTK kolaboratif adalah: prakarsa, pelaksanaan, dan diseminasi (Burns,
    1999: 207-208). Butir-butir tentang prakarsa yang perlu dipertimbangkan dalam PTK
    Anda (Burns, 1999: 207):
    1. Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhankebutuhan,
    kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Anda
    sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau orangtua murid) yang terlibat
    dalam konteks pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Anda;
    2. PTK Anda hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan
    keterlibatan Anda sebagai guru dan sejawat;
    3. PTK Anda hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Anda, yang
    ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Anda daapt juga
    memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Anda;
    4. Metodologi PTK Anda hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan
    pembelajaran kelas Anda yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan muridmurid
    sebagai sasaran penelitian.
    5. PTK Anda hendaknya direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara kolaboratif.
    Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Anda negosiasikan
    dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Anda, sejawat,
    murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya).
    6. PTK Anda hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh
    wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti
    ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Anda dapat mencari masukan
    dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.
    Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus dipertimbangkan (Burns,
    1999: 207-208):
    1. Anda sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan dan
    pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Upayakan mendapatkan dari
    pemimpin dukungan dan bantuan secara terus menerus dalam tahap-tahap
    pelaksanaan, diseminasi, dan tindak-lanjut penelitiannya.
    2. PTK Anda selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.
    3. PTK Anda akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru
    dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri.
    4. PTK Anda hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi.
    Dalam tahap diseminasi PTK perlu dipertimbangkandua butir berikut (Burns,
    1999: 208)
    1. Bentuk pelaporan hasil penelitian tindakan ditentukan oleh audiens sasaran. Jika
    audiens sasarannya adalah guru-guru bahasa Inggris di SD, misalnya, bentuk
    laporannya berbeda dengan jika audiens sasarannya adalah pendidik guru bahasa
    Inggris di universitas.
    2. Jaringan kerja dan mekanisme yang tersedia di dalam lembaga pendidikan Anda
    hendaknya digunakan untuk menyebarkan hasil penelitian terkait. Misalnya,
    penyebaran hasil penelitian dilakukan lewat simposium guru, sarasehan MGMP, atau
    seminar daerah.
    Kelebihan dan Kelemahan PTK Kolaboratif
    Apa kelemahan dan kelebihan PTK? Kelebihannya seperti dikatakan Burns
    (1999: 13) sebagai berikut. Proses penelitian kolaboratif memperkuat kesempatan bagi
    hasil penelitian tentang praktik pendidikan untuk diumpanbalikkan ke sistem pendidikan
    dengan cara yang lebih substansial dan kritis. Proses tersebut mendorong guru untuk
    berbagi masalah-masalah umum dan bekerja sama sebagai masyarakat penelitian untuk
    memeriksa asumsi, nilai dan keyakinan yang sedang mereka pegang dalam kultur sosiopolitik
    lembaga tempat mereka bekerja. Proses kelompok dan tekanan kolektif
    kemungkinan besar akan mendorong keterbukaan terhadap perubahan kebijakan dan
    praktik. Penelitian tindakan kolaboratif secara potensial lebih memberdayakan daripada
    penelitian tindakan yang dilakukan secara individu karena menawarkan kerangka kerja
    yang mantab untuk perubahan keseluruhan.
    Selain itu, ada kelebihan lain dari PTK kolaboratif (Wallace, 1998: 209-210): (1)
    kedalaman dan cakupan, yang artinya makin banyak orang terlibat dalam proyek
    penelitian tindakan, makin banyak data dapat dikumpulkan, apakah dalam hal kedalaman
    (misalnya studi kasus kelas bahasa Inggris) atau dalam hal cakupan (misalnya beberapa
    studi kasus suplementer; populasi yang lebih besar), atau dalam keduanya dan ini
    disebabkan makin banyak perspektif yang digunakan akan makin intensif pemeriksaan
    terhadap data atau makin luas cakupan persoalan dalam hal tim peneliti saling
    berkolaborasi dalam meneliti kelasnya masing-masing; (2) Validitas dan reliabilitas,
    yaitu keterlibatan orang lain akan mempermudah penyelidikan terhadap satu persoalan
    dari sudut yang berbeda, mungkin dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda
    (yaitu menggunakan trianggulasi); dan (3) Motivasi yang timbal lewat dinamika
    kelompok yang benar, di mana bekerja sebagai anggota tim lebih bersemangat daripada
    bekerja sendiri.
    Kelemahan terbesar PTK kolaboratif terkait dengan sulitnya mencapai
    keharmonisan kerjasama antara orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda.
    Hal ini dapat dipecahkan dengan membicarakan aturan-aturan dasar (Wallace,
    1998: 210), seperti yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa yang
    akan kita lakukan? Mengapa kita menangani masalah ini? (Apakah kita memiliki
    motivasi yang sama, atau motivasi yang berbeda?) Bagaimana kita akan
    melakukannya? (Siapa melakukan apa dan kapan?) Berapa banyak waktu masingmasing
    dari kita akan siap dihabiskan untuk keperluan ini? Berapa sering kita
    akan bertemu, di mana dan kapan? Apa hasil akhir yang diharapkan? (Suatu
    ceramah atau artikel; atau sekadar pengalaman yang sama?)
    Bagian II
    Proses Dasar Penelitian Tindakan
    Seperti telah diuraikan sebelumnya, PTK bersifat partisipatori dan kolaboratif, yang
    dilakukan karena ada kepedulian bersama terhadap situasi pembelajaran kelas yang perlu
    ditingkatkan. Anda bersama pihak-pihak (sejawat, murid, KS) mengungkapkan
    kepedulian akan peningkatan situasi tersebut, saling menjajagi apa yang dipikirkan, dan
    bersama-sama berusaha mencari cara untuk meningkatkan situasi pembelajaran. Anda
    bersama kolaborator (sejawat yang berkomitmen) menentukan fokus strategi
    peningkatannya. Singkatnya, Anda secara bersama-sama (1) menyusun rencana
    tindakan bersama-sama, (2) bertindak dan (3) mengamati secara individual dan
    bersama-sama dan (4) melakukan refleksi bersama-sama pula. Kemudian, Anda
    bersama-sama merumuskan kembali rencana berdasarkan informasi yang lebih
    lengkap dan lebih kritis. Itulah empat aspek pokok dalam penelitian tindakan (Kemmis
    dkk, 1982; Burns, 1999), yang selanjutnya diuraikan di bawah ini.
    1. Penyusunan Rencana
    Rencana PTK merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari
    segi definisi harus prospektif atau memandang ke depan pada tindakan dengan
    memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga sehngga mengandung sedikit resiko.
    Maka rencan mesti cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak
    dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah
    direncanakan harus disampaikan dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas
    mempertimbangkan resiko yang ada dalam perubahan dinamika kehidupan kelas dan
    mengakui adanya kendala nyata, baik yang bersifat material namun bersifat non-meterial
    dalam kelas Anda. Kedua, tindakan-tindakan pilih karena memungkinkan para Anda
    untuk bertindak secara lebih efektif dalam tahapan-tahapan pembelajaran, secara lebih
    bijaksana dalam memperlakukan murid, dan cermat dalam mengamati kebutuhan dan
    perkembangan belajar murid.
    Pada prinsipnya, tindakan yang Anda rencanakan hendaknya (1) membantu Anda
    sendiri dalam (a) mengatasi kendala pembelajaran kelas, (b) bertindak secara lebih tepatguna
    dalam kelas Anda, dan (c) meningkatkan keberhasilan pembelajaran kelas; dan (2)
    membantu Anda menyadari potensi baru Anda untuk melakukan tindakan guna
    meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses perencanaan, Anda harus berkolaborasi
    dengan sejawat melalui diskusi untuk mengembangkan bahasa yang akan dipakai dalam
    menganalisis dan meningkatkan pemahaman dan tindakan Anda dalam kelas.
    Rencana PTK Anda hendaknya disusun berdasarkan hasil pengamatan awal
    refleksif terhadap pembelajaran kelas Anda. Misalnya, jika Anda adalah guru bahasa
    Inggris, Anda akan melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran kelas Anda
    dalam konteks situasi sekolah secara umum dan mendeskripsikan hasil pengamatan. Dari
    sini akan mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang ada. Lalu Anda meminta
    seorang guru bahasa Inggris lain sebagai kolaborator untuk melakukan pengamatan
    terhadap proses pembelajaran yang Anda selenggarakan di kelas Anda; selama
    mengamati, kolaborator memusatkan perhatiannya pada perilaku Anda sebagai guru
    dalam upaya membantu murid belajar bahasa Inggris, dan perilaku murid selama proses
    pembelajaran berlangsung, serta suasana pembelajarannya. Misalnya, hal-hal yang dicatat
    meliputi: (1) bagaimana guru melibatkan murid-muridnya dari awal (ketika membuka
    pelajaran); (2) bagaimana guru membantu murid-muridnya (a) memahami isi atau pesan
    teks, (b) memahami cara mengungkapkan makna sejenis (cara menyusun kalimat, cara
    mengeja kata, cara melafalkan kata yang digunakan untuk makna tersebut), (c) belajar
    berkomunikasi dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang telah dipelajari, (d)
    membantu murid-muridnya yang mengalami kesulitan atau yang pasif, (3) bagaimana
    guru mengelola kelas, yaitu dalam mengatur tempat duduk, mengontrol penerangan,
    mengatur suaranya, mengatur pemberian giliran, mengatur kegiatan; (4) bagaimana guru
    berpakaian, (5) bagaimana murid menanggapi upaya-upaya guru, (6) sejauh mana murid
    aktif memproduksi bahasa Inggris, dan (7) hal-hal lain yang secara teoretis perlu dicatat,
    serta (8) suasana kelas. Hasil pengamatan awal terhadap proses tersebut dituangkan
    dalam bentuk catatan-catatan lapangan lengkap (cuplikannya dapat disajikan dalam
    laporan dalam bentuk vignette), yang menggambarkan dengan jelas cuplikan/episode
    proses pembelajaran dalam situasi nyata.
    Kemudian, Anda bersama kolaborator memeriksa catatan-catatan lapangan
    sebagai data awal secara cermat untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dan
    aspek-aspek apa yang perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah praktis tersebut.
    Berdasarkan hasil kesepakatan terhadap pencermatan data awal, dan dipadukan dengan
    ketersediaan sumber daya, baik manusia maupun non-manusia, Anda bersama
    kolaborator menyusun rencana tindakan, sebagai penuntun pelaksanaan tindakannya.
    Rencana tindakan Anda perlu dilengkapi dengan pernyataan tentang indikatorindikator
    peningkatan yang akan dicapai. Misalnya, indikator untuk peningkatan
    keterlibatan murid adalah peningkatan jumlah murid yang melakukan sesuatu dalam
    pembelajaran nahasa Inggris, seperti bertanya, mengusulkan pendapat, mengungkapkan
    kesetujuan, mengungkapkan kesenangan, mengungkapkan penolakan dan sebagainya
    dalam bahasa Inggris; sedangkan indikator untuk produksi bahasa Inggris adalah
    peningkatan jumlah ungkapan (kata/frasa/kalimat) bahasa Inggris yang diproduksi oleh
    murid. Disamping itu, perlu juga indikator kualitatif, misalnya peningkatan keakuratan
    (lafal dan tatabahasa) dan kelancaran bahasa Inggris murid dengan deskriptor di masingmasing
    tingkatan.
    Kebersamaan Anda dan kolaborator dalam mengumpulkan data awal, lalu
    mencermatinya untuk mengidentikasi masalah-masalah yang ada dan menentukan
    tindakan untuk mengatasinya, serta menyusun rencana tindakan, telah memenuhi tuntutan
    validitas demokratik.
    Pelaksanaan Tindakan
    Tindakan hendaknya dituntun oleh rencana yang telah dibuat, tetapi perlu diingat
    bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana, mengingat dinamikan
    proses pembelajaran di kelas Anda, yang menuntut penyesuaian. Oleh karena itu, Anda
    perlu bersikap fleksibel dan siap mengubah rencana tindakan sesuai dengan keadaan yang
    ada. Semua perubahan/penyesuaian yang terjadi perlu dicatat karena kelak harus
    dilaporkan.
    Pelaksanaan rencana tindakan memiliki karakter perjuangan materiil, sosial, dan
    politis ke arah perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi diperlukan, tetapi kompromi
    harus juga dilihat dalam konteks strateginya. Nilai tambah taraf sedang mungkin cukup
    untuk sementara waktu, dan nilai tambah ini kemudian mendasari tindakan berikutnya.
    Observasi
    Observasi tindakan di kelas Anda berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh
    tindakan bersama prosesnya. Observasi itu berorientasi ke depan, tetapi memberikan
    dasar bagi refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika putaran atau siklus terkait masih
    berlangsung. Perlu dijaga agar observasi: (1) direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai
    dasar refleksi berikutnya dan (b) fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak
    terduga; (2) dilakukan secara cermat karena tindakan Anda di kelas selalu akan dibatasi
    oleh kendala realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal tak terduga; (3) bersifat
    responsif, terbuka pandangan dan pikirannya.
    Apa yang diamati dalam PTK adalah (1) proses tindakannya, (b) pengaruh tindakan
    (yang disengaja dan tak sengaja), (c) keadaan dan kendala tindakan, (d) bagaimana
    keadaan dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah
    direncanakan dan pengaruhnya, dan (e) persoalan lain yang timbul.
    Refleksi
    Yang dimaksud dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu
    tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Lewat refleksi Anda berusaha
    (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan
    strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi
    pembelejaran kelas, dan (2) memahami persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di
    mana pembelajan dilaksanakan. Dalam melakukan refleksi, Anda sebaiknya juga
    berdiskusi dengan sejawat Anda, untuk menghasilkan rekonstruksi makna situasi
    pembelajaran kelas Anda dan memberikan dasar perbaikan rencana siklus berikutnya.
    Refleksi memiliki aspek evaluatif; dalam melakukan refleksi, Anda hendaknya
    menimbang-nimbang pengalaman menyelenggarakan pembelajaran di kelas, untuk
    menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan, dan memberikan
    saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan pekerjaan. Tetapi dalam pengertian
    bahwa refleksi itu deskriptif, Anda meninjau ulang, mengembangkan gambaran agar
    lebih lebih hidup (a) tentang proses pembelajaran kelas Anda, (b) tentang kendala yang
    dihadapi dalam melakukan tindakan di kelas, dan, yang lebih penting lagi, (c) tentang apa
    yang sekarang mungkin dilakukan untuk para siswa Anda agar mencapai tujuan
    perbaikan pembelajaran.
    PTK Anda merupakan proses dinamis, dengan empat momen dalam spiral
    perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Proses dasar tersebut dapat diringkas
    sebagai berikut (Kemmis dkk. (1982). Dalam praktik, proses PTK Anda mulai dengan ide
    umum bahwa Anda menginginkan perubahan atau perbaikan pembelajaran di kelas Anda.
    Inilah keputusan tentang letak di mana dampak tindakan itu mungkin diperoleh. Setelah
    memutuskan medannya dan melakukan peninjauan awal, Anda bersama kolaborator
    sebagai peneliti tindakan memutuskan rencana umum tindakan. Dengan menjabarkan
    rencana umum ke dalam langkah-langkah yang dapat dilakukan, Anda memasuki langkah
    pertama, yakni perubahan dalam strategi yang ditujukan bukan saja untuk mencapai
    perbaikan, tetapi juga pemahaman lebih baik tentang apa yang mungkin dicapai
    kemudian. Sebelum mengambil langkah pertama, Anda harus lebih berhati-hati dan
    merencanakan cara untuk memantau pengaruh langkah tindakan pertama, keadaan kelas
    Anda, dan apa yang mulai dilihat oleh strategi dalam praktik. Jika mungkin
    mempertahankan pencarian fakta dengan memantau tindakannya, langkah pertama
    diambil. Pada waktu langkah itu dilaksanakan, data baru mulai masuk, dan keadaan,
    tindakan, dan pengaruhnya dapat dideskripsikan dan dievaluasi. Tahap evaluasi ini
    menjadi peninjauan yang segar yang dapat dipakai untuk menyiapkan cara untuk
    perencanaan baru (Kemmis dkk., 1982: 6-7). Lihat Gambar 1 di bawah.
    Gambar 1 menunjukkan bahwa peneliti mulai melihat masalah dalam kelas bahasa
    Inggris yang diampunya, yaitu cara pandang siswa yang kurang benar terhadap
    pemelajaran bahasa Inggris. Yaitu, siswa hanya tertarik belajar gramar dan kosakata dan
    pasif dalam belajar berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Peneliti memutuskan untuk
    mengubah cara pandang siswa dengan cara mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas
    Re
    R
    Gambar 3.1: Proses Dasar Penelitian Tindakan
    (Dimodifikasi dari Burns, 1999: 33).
    ‘information gap’ dengan menggunakan permainan dan bermain peran. Tugas
    ‘information gap’ merujuk pada tugas di mana terdapat kesenjangan yang mesti ditutup
    oleh siswa yang satu dengan cara berkomunikasi dengan siswa lainnya. Teknik tugas ini
    mencakup permainan bahasa, bermain peran, dan simulasi, mulai dari teknik-teknik semiterbimbing
    untuk pelajar tingkat pemula dan menengah sampai teknik bebas (tanpa
    bimbingan) untuk pelajar tingkat lanjut. Rencana di atas dilaksanakan dan direkam
    REFLEKSI REFLEKSI AWAL
    Upaya saya mengaktifkan siswa Kelas bahasa Inggris saya sangat
    kacau karena siswa takut salah dan pasif. Siswa hanya tertarik
    cemas sekali serta malu berbicara. belajar grammar dan kosakata.
    Saya ingin mereka belajar
    berkomunikasi dalam bahasa
    Inggris. Bagaimana saya dapat
    mendorong mereka aktif belajar
    berkomunikasi dalam bahasa ini?
    PERENCANAAN
    Memberikan latihan ‘information
    gap’ lewat permainan dan
    bermain peran dengan bantuan
    media gambar dan kartu.
    OBSERVASI
    Merekam kinerja berbahasa
    Inggris siswa dan mengamati
    ekspresi fisik mereka selama TINDAKAN
    pelajaran berlangsung dg membuat Menugasi siswa untuk melakukan
    catatan lapangan harian. permainan bahasa dan bermain
    peran didahului dg. keterangan
    dan contoh serta latihan lafal
    secukupnya.
    REFLEKSI
    Sejumlah siswa mulai berani bicara
    tetapi sebagian besar masih tampak takut
    salah, cemas, dan malu. Bagaimana membuat
    lebih banyak siswa aktif tanpa takut salah,
    cemas dan malu?
    Meneruskan pemberian tugas
    sejenis tetapi didahului upaya
    mengurangi rasa takut salah,
    kecemasan dan rasa malu.
    OBSERVASI
    Merekam kinerja berbahasa Inggris siswa,
    mengamati perilaku fisik dan mewawancari TINDAKAN
    siswa yang masih bermasalah. Sebelum memberi tugas
    ‘information gap’, meninformasikan
    kriteria penilaian, yaitu
    keberanian berbicara—makin
    makin banyak bahasa Inggris
    dikatakan, makin tinggi nilainya..
    prosesnya, kemudian berdasarkan data dilakukan refleksi, yang menghasilkan
    permasalahan baru, yaitu bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dengan tugas
    ‘information gap’ tersebut, sedangkan sebagian besar siswa tampak takut salah, cemas
    dan malu berbicara dalam bahasa Inggris. Maka, dalam tindakan kedua direncanakan
    untuk melakukan sesuatu yang dapat mengurangi rasa takut salah, kecemasan, dan rasa
    malu. Rencana ini dilaksanakan dan direkam prosesnya, kemudian dilakukan refleksi
    untuk melihat sejauh mana perubahan dicapai lewat tindakan kedua. Begitu seterusnya,
    siklus-siklus tindakan berlanjut sampai perubahan yang diinginkan dicapai dengan
    catatan bahwa tidak mungkin dicapai ketuntasan perubahan karena situasi dan kondisi
    kelas berubah terus secara dinamis.
    Persoalan-Persoalan Praktis
    Pemrakarsa Peneliti Tindakan
    Penelitian tindakan biasanya diprakarsai oleh orang yang memiliki kepedulian
    besar terhadap kebutuhan untuk meningkatkan suatu situasi, misalnya situasi belajarmengajar
    di kelas dan situasi pengelolaan sekolah. Ada dua kelompok orang yang dapat
    terlibat dalam usaha kolaborasi penelitian tindakan: (1) kelompok orang yang langsung
    terlibat dalam kehidupan situasi terkait, seperti guru dalam situasi belajar-mengajar dan
    pimpinan dalam situasi pengelolaan (manajemen), dan (2) kelompok orang yang
    memiliki pengetahuan tentang penelitian tindakan dan kemampuan untuk
    melaksanakannya, misalnya peneliti dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Para
    guru mungkin merasakan adanya sesuatu yang perlu ditingkatkan tetapi mungkin tidak
    begitu mengetahui bagaimana melakukannya. Atau pimpinan suatu kantor dan stafnya
    merasa bahwa ada kekuranglancaran dalam komunikasi antara mereka dan para bawahan
    mereka sehingga penyelesaian pekerjaan tertentu sering terhambat tetapi mereka kurang
    mengetahui bagaimana mengatasi masalah yang mereka hadapi dalam situasi seperti itu.
    Dengan berperan sebagai fasilitator, peneliti mengenalkan penelitian tindakan kepada
    guru-guru atau pimpinan dan stafnya sebagai cara untuk meneliti masalah yang telah
    diidentifikasi oleh para guru. Kemudian mereka bekerja sama untuk melaksanakan
    penelitian tindakan.
    Pemilik Penelitian Tindakan
    Meskipun suatu penelitian tindakan sering diprakarsai oleh fasilitator, misalnya
    seorang konsultan, sebaiknya orang-orang yang langsung dikenai dan sekaligus ikut serta
    dalam pelaksanaan penelitian tindakan tsb., dibuat merasa ikut memilikinya. Rasa ikut
    memiliki ini akan sangat mempengaruhi kelancaran dan kualitas pelaksanaan penelitian
    tsb. Rasa ikut memiliki ini dapat dikembangkan dengan melibatkan mereka dalam
    seluruh proses penelitian, yaitu dari langkah pertama sampai langkah terakhir. Dengan
    demikian, semua orang yang terkena dampak penelitian tindakan tersebut akan merasa
    bahwa penelitian tindakan tsb., merupakan bagian dari dirinya.
    Sasaran Penelitian Tindakan
    Penelitian tindakan bukan merupakan teknik pemecahan masalah, namun
    dorongan untuk meneliti praktik secara sistematik yang sering timbul karena ada masalah
    yang perlu ditangani lewat tindakan praktis. Jadi penelitian tindakan tidak cocok
    digunakan untuk tujuan pengembangan teori karena alasan utama dilakukannya
    penelitian tindakan adalah peningkatan praktik dalam situasi kehidupan nyata.
    Data Penelitian Tindakan
    Data dalam penelitian tindakan berfungsi sebagai landasan refleksi. Data
    mewakili tindakan dalam arti bahwa data itu memungkinkan peneliti untuk
    merekonstruksi tindakan terkait, bukan hanya mengingat kembali. Oleh sebab itu,
    pengumpulan data tidak hanya untuk keperluan hipotesis, melainkan sebagai alat untuk
    membukukan amatan dan menjembatani antara momen-momen tindakan dan refleksi
    dalam putaran penelitian tindakan.
    Data penelitian tindakan diambil dari suatu situasi bersama seluruh unsurunsurnya.
    Data tersebut dapat berupa semua catatan tentang hasil amatan, transkrip
    wawancara, rekaman audio dan/atau video peristiwa/kejadian, yang dikumpulkan lewat
    berbagai teknik seperti disebutkan di bawah. Maka data penelitian tindakan dapat
    berbentuk catatan lapangan, catatan harian, transkrip komentar peserta penelitian,
    rekaman audio, rekaman video, foto dan rekaman/catatan lainnya.
    Analisis Data
    Analisis data diwakili oleh momen refleksi putaran penelitian tindakan. Dengan
    melakukan refleksi peneliti akan memiliki wawasan autentik yang akan membantu dalam
    menafsirkan datanya. Tetapi perlu diingat bahwa dalam menganalisis data sering seorang
    peserta penelitian tindakan menjadi terlalu subyektif, dan oleh karena itu dia perlu
    berdiskusi dengan peserta-peserta yang lainnya untuk dapat melihat datanya lewat
    perspektif yang berbeda. Dengan kata lain, usaha triangulasi hendaknya dilakukan
    dengan mengacu pendapat atau persepsi orang lain.
    Akan lebih bagus jika dalam menganalisis data yang kompleks peneliti
    menggunakan teknik analisis kualitatif, yang salah satu modelnya adalah teknik analisis
    interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1984: 21-23). Analisis
    interaktif tersebut terdiri atas tiga komponen kegiatan yang saling terkait satu sama lain:
    reduksi data, beberan (display) data, dan penarikan kesimpulan.
    Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus,
    menyederhanakan, meringkas, dan mengubah bentuk data ’mentah’ yang ada dalam
    catatan lapangan. Dalam proses ini dilakukan penajaman, pemilahan, pemfokusan,
    penyisihan data yang kurang bermakna, dan menatanya sedemikian rupa sehingga
    kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Misalnya, data tentang proses
    pembelajaran kelas bahasa Inggris yang tergambar dalam Vignette 1 di bawah dapat
    direduksi dengan menfokuskan perhatian pada apa yang dilakukan guru pada permulaan
    kelas (membuka pelajaran), pada bagian utama pembelajaran, dan pada akhir pelajaran
    (menutup pelajaran). Pada bagian utama pembelajaran dapat direduksi dengan
    menfokuskan perhatian pada apakah ada tindakan guru yang berkenaan, misalnya,
    dengan (a) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam mamahami makna/isi
    teks bahasa Inggris sebagai teks asupan, (b) upaya membantu dan/atau memfasilitasi
    siswa dalam memahami aturan tatabahasa yang dipakai untuk mengungkapkan
    makna/pesan yang sama, (c) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam
    menggunakan ungkapan yang sama untuk berkomunikasi, apakah lewat permainan
    bahasa, bermain peran, atau simulasi, (d) upaya memotivasi siswa atau meningkatkan
    percaya diri siswa dengan memuji siswa yang telah menunjukkan upaya keras atau
    kinerja bagus dalam menggunakan bahasa Inggris dan mendorong siswa yang kehilangan
    semangat atau percaya diri untuk tetap berupaya, dan (e) upaya membantu siswa untuk
    meningkatkan kelancaran berbahasa Inggris serta (f) upaya membantu siswa untuk
    meningkatkan keakuratan berbahasa Inggris. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
    bagaimana guru mengelola kelas, yang bisa berkenaan dengan volume suaranya,
    pandangan mata, gerakan fisiknya, pengaturan tempat duduk, dan pengelompokan siswa.
    Dengan mereduksi data tentang proses pembelajaran bahasa Inggris yang demikian, akan
    dapat ditarik kesimpulan apakah guru menekankan pengembangan keterampilan
    berkomunikasi atau hanya mengajarkan unsur-unsur bahasa seperti struktur, kosakata,
    lafal, dan ejaan, atau hanya menekankan keterampilan membaca tanpa menghiraukan
    keterampilan berbicara. Juga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dikelola
    sedemikian rupa sehingga cukup kondusif bagi terjadinya pembelajaran yang
    menyenangkan tetapi cukup efektif.
    Setelah direduksi data siap dibeberkan. Artinya, tahap analisis sampai pada
    pembeberan data. Berbagai macam data penelitian tindakan yang telah direduksi perlu
    dibeberkan dengan tertata rapi dalam bentuk narasi plus matriks, grafik, dan/atau
    diagram. Pembeberan data yang sistematik, interaktif, dan inventif serta mantab akan
    memudahkan pemahaman terhadap apa yang telah terjadi sehingga memudahkan
    penarikan kesimpulan atau menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
    Seperti layaknya yang terjadi dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan
    sepanjang proses pelaksanaan tindakan penelitian. Penarikan kesimpulan tentang
    peningkatan atau perubahan yang terjadi dilakukan secara bertahap mulai dari
    kesimpulan sementara, yang ditarik pada akhir Siklus I, ke kesimpulan terevisi pada akhir
    Siklus II dan seterusnya, dan kesimpulan terakhir pada akhir Siklus terakhir. Kesimpulan
    yang pertama sampai dengan yang terakhir saling terkait dan kesimpulan pertama sebagai
    pijakan.
    Perlu dicatat bahwa data yang dikumpulkan tidak hanya terbatas pada data
    tentang perubahan yang diharapkan, melainkan juga mencakup data tentang
    peningkatan/perubahan yang tak diharapkan (di luar rencana). Maka, kesimpulan yang
    ditarik juga harus mencakup perubahan yang direncanakan/diharapkan dan yang tidak
    diharapkan sebelumnya. Misalnya, peningkatan/perubahan yang diharapkan adalah (a)
    peningkatan keterlibatan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris, terutama dalam
    praktik berbahasa Inggris, (b) peningkatan pemahaman guru peneliti terhadap hakikat
    proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, dan (c) peningkatan suasana
    pembelajaran dari suasana membosankan menjadi mengasyikkan dan menyenangkan.
    Namun, ternyata guru peneliti juga menjadi sadar atas kekurangannya dalam hal
    kelancaran, ketepatan dan keakuratan berbahasa Inggris, dan kepala sekolah terkait juga
    mengalami perubahan sikap, yaitu dari sikap berpihak pada kelas yang diam/sunyi ke
    sikap yang menghargai kelas yang agak bising penuh suara siswa yang praktik berbahasa
    Inggris, misalnya seperti yang terjadi dalam penelitian Madya dkk (2002). Pendeknya,
    kesimpulan yang dibuat hendaknya mencakup semua perubahan/peningkatan pada diri
    peneliti dan anggota penelitian lainnya serta situasi tempat penelitian dilakukan.
    Teknik-Teknik Pemantauan dalam Penelitian Tindakan
    Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan dalam
    penelitian tindakan. Penggunaan setiap teknik tentu saja ditentukan oleh sifat dasar data
    yang akan dikumpulkannya. Teknik-teknik yang dimaksud disajikan berikut ini.
    1. Catatan Anekdot
    Catatan anekdot adalah riwayat tertulis, deskriptif, longitudinal tentang apa yang
    dikatakan atau dilakukan perseorangan dalam kelas Anda dalam suatu jangka waktu.
    Deskripsi akurat ditekankan untuk meenghasilkan gambaran umum yang layak untuk
    keperluan penjelasan dan penafsiran. Deskripsi tersebut biasanya mencakup konteks dan
    peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa yang gayut dengan persoalan yang
    diteliti. Metode ini dapat diterapkan pada kelompok dan individu.
    2. Catatan Lapangan
    Teknik ini sejenis dengan catatan anekdot, tetapi mencakup kesan dan penafsiran
    subjektif. Deskripsi boleh mencakup referensi misalnya pelajaran yang lebih baik,
    perilaku kurang perhatian, pertengkaran picik, kecerobohan, yang tidak disadari oleh
    guru atau pimpinan terkait. Seperti halnya catatan anekdot, perhatian diarahkan pada
    persoalan yang dianggap menarik.
    3. Deskripsi Perilaku Ekologis
    Teknik ini kurang terarah pada persoalan jika dibandingkan dengan teknik
    pertama di atas. Teknik ini berusaha untuk mencatat observasi dan pemahaman terhadap
    urutan perilaku yang lengkap. Tingkat-tingkat deskripsi yang berbeda dapat dipakai,
    misalnya dalam situasi belajar-mengajar:
    - Kelas dalam suasana serius, tetapi tawa meledak …
    - Seorang siswa bernama Toni mendeskripsikan hobinya dalam acara “tunjukkan
    dan katakan”
    - Dengan kakinya diseret di lantai dan kedua tangannya saling menggenggam di
    punggung seorang siswa …
    Deskripsi sebaiknya mengurangi penafsiran psikologis dan terminologis, seperti
    telah disinggung di atas. Misalnya, ketika seorang siswa diamati tertawa terbahak-bahak,
    peneliti tidak boleh memberi komentar tentang maksud tertawa siswa tersebut. Atau
    ketika beberapa siswa menolak mengerjakan tugas, peneliti tidak boleh menafsirkan
    bahwa penolakan tersebut karena malas atau alasan lain. Kecenderungan untuk
    memberikan penilaian seperti ini banyak dialami oleh peneliti pemula. Mereka belum
    terlatih untuk menunda penilaian sampai refleksi dilakukan.
    4. Analisis Dokumen
    Gambaran tentang persoalan, sekolah atau bagian sekolah, kantor atau bagian
    kantor, dapat dikonstruksi dengan menggunakan berbagai dokumen: surat, memo untuk
    staf, edaran untuk orangtua atau karyawan, memo guru atau pejabat, papan pengumuman
    guru, papan pengumuman siswa, pekerjaan siswa yang dipamerkan, garis besar, tes
    formal dan informal, publikasi siswa atau karyawan, kebijaksanaan, dan/atau peraturan.
    Dokumen-dokumen ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk berbagai
    persoalan.
    5. Catatan Harian
    Catatan harian adalah riwayat pribadi yang dilakukan secara teratur seputar topik
    yang diminati atau yang diperhatikan. Catatan harian mungkin memuat observasi,
    perasaan, reaksi, penafsiran, refleksi, dugaan, hipotesis, dan penjelasan. Persoalan
    mungkin berkisar dari riwayat tentang pekerjaan siswa atau karyawan individual sampai
    pemantauan diri tentang perubahan dalam metode mengajar atau metode pengawasan.
    Siswa atau karyawan dapat didorong untuk membuat catatan harian tentang topik yang
    sama untuk memperoleh perspektif alternatif.
    Catatan harian dapat digunakan untuk salah satu atau beberapa tujuan berikut:
    • merekam secara teratur informasi faktual tentang peristiwa, tanggal dan orang,
    dengan klasifikasi judul, misalnya Kapan? Di mana? Siapa? Yang mana?
    Bagamana? Mengapa? Data yang direkam dapat membantu peneliti
    merekonstruksi urutan waktu atau peristiwa sebagaimana terjadi.
    • Aide mémoire untuk merekam catatan pendek tentang penelitian yang sedang
    dilakukan untuk refleksi kemudian.
    • Memotret secara rinci peristiwa dan situasi tertentu yang memberikan data
    deskriptif lengkap yang akan digunakan untuk laporan lengkap tertulis
    • Catatan introspektif dan evaluatif-diri di mana peneliti mencatat pengalaman,
    pemikiran, dan perasaan pribadi dalam rangka memahami penelitiannya.
    6. Logs
    eknik ini pada dasarnya sama dengan catatan harian tetapi biasanya disusun
    dengan mempertimbangkan alokasi waktu untuk kegiatan tertentu, pengelompokan kelas,
    dan sebagainya. Kegunaannya ditingkatkan jika mencakup komentar seperti yang
    terdapat dalam catatan harian tentang organisasi dan peristiwa lain.
    7. Kartu Cuplikan Butir
    Teknik ini mirip dengan catatan harian tetapi sekitar enam kartu digunakan untuk
    mencatat kesan tentang sejumlah topik, satu untuk satu kartu. Misalnya: satu set kartu
    boleh mencakup topik-topik seperti pendahuluan pelajaran, disiplin, kualitas pekerjaan
    siswa, efisiensi penilaian, kontak individual dengan siswa, dan perilaku seorang siswa.
    Kartunya dikocok dan catatan harian dibuat untuk satu topik setiap harinya, dan dengan
    demikian membangun gambaran tentang semua persoalan sebagai dasar refleksi tanpa
    resiko memberikan tekanan terlalu berat atau menimbulkan kebosanan dengan aspek
    tertentu.
    8. Portfolio
    Teknik ini digunakan untuk membuat koleksi bahan yang disusun dengan tujuan
    tertentu. Portfolio mungkin memuat hal-hal seperti tambatan rapat staf yang gayut dengan
    sejarah suatu persoalan yang diteliti, korespondensi yang berkaitan dengan kemajuan dan
    perilaku subyek penelitian, kliping korespodensi dan surat kabar yang berkaitan dengan
    persoalan di mana lembaga tempat penelitian menjadi pusat perhatian khalayak ramai,
    dan/atau tambatan rapat staf yang relevan; singkatnya dokumen apa pun yang relevan
    dengan persoalan yang diteliti dapat dimuat.
    9. Angket
    Angket terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban
    tertulis. Pertanyaan ada dua macam.
    a. Terbuka: meminta informasi atau pendapat dengan kata-kata responden sendiri.
    Pertanyaan macam ini berguna bagi tahap-tahap eksplorasi, tetapi dapat
    menghasilkan jawaban-jawaban yang sulit untuk disatukan. Jumlah angket yang
    dikembalikan mungkin juga sangat rendah.
    b. Tertutup atau pilihan ganda: meminta responden untuk memilih kalimat atau
    deskripsi yang paling dekat dengan pendapat, perasan, penilaian, atau posisi
    mereka.
    Pertanyaan harus secara cermat diungkapkan dan tujuannya harus jelas dan tidak
    taksa (bermakna ganda). Mengujicobakan pertanyaan dengan teman atau cuplikan
    (sample) kecil responden akan meningkatkan kualitasnya. Membatasi lingkup topik yang
    dicakup merupakan cara yang bermanfaat untuk meningkatkan jumlah angket yang
    kembali dan kualitas informasi yang diperoleh.
    10. Wawancara
    Teknik ini memungkinkan meningkatnya fleksibilitas dari pada angket, dan oleh
    sebab itu berguna untuk persoalan-persoalan yang sedang dijajagi daripada yang secara
    jelas dibatasi dari mula. Wawancara dapat:
    a. Tak terencana: misalnya, omong-omong informal di antara para pelaku
    penelitian atau antara pelaku penelitian dan subyek penelitian.
    b. Terencana tetapi tak terstruktur: Satu atau dua pertanyaan pembukaan dari
    pewancara, tetapi setelah itu pewancara memberikan kesempatan bagi
    responden untuk memilih apa yang akan dibicarakan. Pewancara boleh
    mengajukan pertanyaan untuk menggali atau memperjelas.
    c. Terstruktur: Pewancara telah menyusun serentetan pertanyaan yang akan
    diajukan dan mengendalikan percakapan sesuai dengan arah pertanyaanpertanyaan.
    11. Metode Sosiometrik
    Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah individu-individu disukai atau
    saling menyukai. Pertanyaan-pertanyaan sering diajukan dengan niat untuk mengetahui
    dengan siapa subyek tertentu ingin bekerja sama, atau berhubungan dalam suatu kegiatan
    bersama. Pertanyaan juga mungkin berusaha mengungkapkan dengan siapa subyek
    tertentu tidak suka bekerja sama atau berhubungan. Hasilnya biasanya diungkapkan
    dengan diagram pada sosiogram, seperti pada Gambar 2. 1 di bawah, yang mencatat
    hubungan seluruh kelompok.
    A memilih B B menolak E orang terpencil
    A B E H
    C D F orang
    Bintang Pasangan G
    Gambar 2.1: Sosiogram Kelompok Depalan Orang
    12. Jadwal dan daftar tilik (checklist) interaksi
    Kedua teknik ini dapat digunakan oleh peneliti atau pengamat. Teknik-teknik ini
    boleh berdasarkan waktu, atau berdasarkan peristiwa, yang pencatatannya dilakukan
    kapan saja peristiwa tertentu terjadi. Berbagai perilaku dicatat dalam kategori waktu
    perilaku itu terjadi untuk membangun gambaran tentang urutan perilaku yang diteliti.
    Misalnya dalam situasi sekolah, kategori jadual dan daftar tilik (checklist) dapat
    menunjuk pada:
    - Perilaku verbal guru: misalnya bertanya, menjelaskan, mendisiplinkan (individu
    atau kelompok), memberi contoh melafalkan kata/frasa/kalimat
    - Perilaku verbal siswa: misalnya, menjawab, bertanya, menyela, berkelakar,
    mengungkapkan diri, menyanggah, menyetujui.
    - Perilaku nonverbal guru: misalnya, tersenyum, mengerutkan kening, memberi
    isyarat, menulis, berdiri dekat siswa pandai, duduk dengan siswa lamban.
    Perilaku nonverbal siswa: misalnya menoleh, mondar-mandir, menulis, menggambar,
    menulis cepat, tertawa, menangis, mengerutkan dahi, mengatupkan bibir.
    13. Rekaman pita
    Merekam berbagai peristiwa seperti pelajaran, rapat diskusi, seminar, lokakarya,
    dapat menghasilkan banyak informasi yang bermanfaat yang tertakluk (tunduk) pada
    analisis yang cermat. Metode ini khususnya berguna bagi kontak satu lawan satu dan
    kelompok kecil di mana perekam jinjing dapat digunakan atau analisis satu perilaku dapat
    dilakukan. Jika transkripsi ekstensif diperlukan, prosesnya mungkin menjadi sangat
    panjang dari segi waktu.
    14. Rekaman video
    Perekam video dapat dioperasikan oleh peneliti untuk merekam satuan
    kegiatan/peristiwa untuk dianalisis kemudian, misalnya kegiatan pembelajaran di kelas.
    Akan lebih baik jika satuan rekamannya pendek karena pemutaran ulang akan memakan
    waktu. Bila ada asisten yang membantu, lebih banyak perhatian dapat diberikan pada
    reaksi dan perilaku subyek secara perorangan (guru dan siswa), yang aspek-aspeknya
    disepakati sebelum perekaman. Peneliti sendiri dapat merekam aspek tertentu dari
    pelaksanaan pekerjaannya sendiri. Subyek-subyek terpilih mungkin juga dapat merekam
    beberapa aspek pelaksanaan pekerjaan mereka untuk dianalisis kemudian.
    15. Foto dan slide
    Foto dan slide mungkin berguna untuk merekam peristiwa penting, misalnya
    aspek kegiatan kelas, atau untuk mendukung bentuk rekaman lain. Peneliti dan pengamat
    boleh menggunakan rekaman fotografik. Karena daya tariknya bagi subyek penelitian,
    foto dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data.
    16. Penampilan subyek penelitian pada kegiatan penilaian
    Teknik ini digunakan untuk menilai prestasi, penguasaan, untuk mendiagnosis kelemahan
    dsb. Alat penilaian tersebut dapat dibuat oleh peneliti atau para ahlinya. Pemilihan teknik
    pengumpulan data ini tentu saja disesuaikan dengan jenis data yang akan dikumpulkan.
    Pemilihan teknik pengumpulan data hendaknya dipilih sesuai dengan cirri khas
    data yang perlu dikumpulkan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Untuk
    keperluan trianggulasi, data yang sama dapat dikumpulkan dengan teknik yang berbeda.
    Prinsip-prinsip Etis Proses Penelitian Tindakan
    Peneliti tindakan, sebagai praktisi, melakukan penelitian untuk mencapai
    peningkatan dirinya dan peningkatan situasi bersama orang-orang di dalamnya. Dengan
    kata lain, peneliti tindakan melakukan penelitian untuk mempengaruhi orang lain menuju
    peningkatan/perbaikan yang diinginkan. Dalam hal ini hendaknya dia melakukan
    perubahan tersebut dengan cara yang etis. Di bawah akan disajikan uraian singkat tentang
    prinsip-prinsip etika yang perlu diterapkan dalam melakukan penelitian tindakan
    (McNiff, Lomax dan Whitehead, 2003).
    Kelengkapan Dokumen
    Peneliti tindakan hendaknya membagikan dokumen etika ke semua peserta
    penelitian. Dokumen etika tersebut mencakup pernyataan etika dan surat ijin. Ketika
    melaporkan hasil penelitian, kedua dokumen ini perlu dilampirkan tetapi semua nama
    orang dan nama organisasi harus ditutup (disembunyikan). Pada surat ijin, harus juga
    ditutup nama, alamat dan tanda tangan yang ada.
    Negosiasi Akses
    a. Dengan Yang Berwenang
    Pelaku PTK hendaknya menghubungi kepala sekolah dan pimpinan lain sebelum
    melakukan penelitian. Peneliti hendaknya juga memperoleh persetujuan tertulis tentang
    hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Jika ada perubahan rencana atau hal
    lain, peneliti hendaknya memberitahukan perubahan ini kepada pimpinan terkait dan
    minta ijin untuk meneruskan penelitian dengan perubahan tersebut.
    b. Dengan Peserta
    Pelaku PTK hendaknya minta persetujuan kepada sejawat orang-orang yang
    diharapkan akan terlibat dalam penelitiannya. Mereka hendaknya secara terus menerus
    diberi informasi tentang penelitian tersebut. Mereka hendaknya diyakinkan bahwa
    mereka adalah peserta penelitian dan peneliti-pendamping, bukan sekedar ’subjek
    garapan’. Peneliti hendaknya meyakinkan bahwa dia meneliti dirinya sendiri dalam
    kaitannya dengan mereka. Hal ini hendaknya dijelaskan sesering mungkin bila
    diperlukan untuk membuat mereka merasa enak dengan apa pun yang dikerjakan
    peneliti. Karena mereka ini merupakan sumber daya yang berharga, mereka perlu
    diperlakukan dengan hati-hati.
    c. Dengan Orangtua atau Wali Murid
    Karena PTk Anda melibatkan siswa, Anda hendaknya minta ijin kepada orangtua
    mereka. Surat permohonan ijin sebaiknya dikirim ke rumah mereka. Apabila orangtua
    mengalami kesulitan membaca, Anda sebaiknya memberi penjelasan lisan. Anda
    hendaknya berupaya agar orang-orang terkait mendukungnya dari permulaan dan
    hendaknya kepercayaan mereka dijaga dengan baik.
    3. Menjaga Kerahasiaan
    a. Kerahasiaan Informasi
    Anda sebagai peneliti hendaknya menyatakan dengan tegas bahwa Anda hanya
    akan menggunakan informasi yang termasuk wilayah publik dan yang sesuai dengan
    aturan perundangan yang berlaku. Anda juga harus menegaskan bahwa informasi yang
    bersifat pribadi tidak akan dilaporkan. Jika ada informasi yang sensitif yang akan
    digunakan, peneliti hendaknya minta ijin kepada sumber informasi tersebut.
    b. Kerahasiaan Identitas
    Anda sebagai peneliti tindakan hendaknya tidak menyebut nama orang atau
    tempat kecuali telah mendapatkan ijin untuk menyebutnya dalam laporan. Anda juga
    tidak boleh menyebut nama fiktif karena nama tersebut mungkin sama dengan nama
    milik orang lain. Untuk identitas peserta, sebaiknya peneliti menggunakan inisial, nomor
    atau simbol lain. Jika mempeoleh ijin tertulis dari organisasi atau lembaga terkait, Anda
    boleh menyebut nama organisasi atau lembaga tersebut.
    c. Kerahasiaan Data
    Jika Anda sebagai peneliti bermaksud menggunakan data asli seperti transkrip,
    atau saripati dari rekaman video, hendaknya Anda mengecek pada pemiliknya untuk
    keberterimaannya dan hendaknya dia minta ijin kepada mereka. Anda hendaknya selalu
    minta sumber data untuk mengecek keakuratan informasi dan menyunting transkrip untuk
    mengecek kontribusi mereka. Anda hendaknya juga minta orang lain untuk membaca
    versi deskripsinya tentang peristiwa-peristiwa yang diteliti sebelum diterbitkan.
    d. Menjamin Hak Peserta untuk Mengundurkan Diri dari Penelitian
    Dari waktu ke waktu Anda hendaknya memastikan bahwa peserta penelitian
    merasa enak dengan prosedur penelitian dan bebas bersikap dalam penelitian terkait.
    Mereka perlu diberitahu bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa mereka bisa
    mengundurkan diri jika menghendaki, dan semua data tentang mereka akan dimusnahkan
    setelah pengunduran diri mereka.
    e. Menjaga Kode Etik Profesional dan Akademik
    Pengumpulan data dan pembuatan laporan PTK Anda lakukan dengan memenuhi
    persyaratan akademik dan profesional. Perekaman perkuliahan atau kegiatan kelompok
    hendaknya dilakukan dengan ijin. Ketika mewawancari orang, Anda hendaknya
    menjelaskan bagaimana data akan digunakan dan tepati komitmen ini. Ketika membuat
    laporan, Anda hendaknya mengakui kontribusi intelektual orang lain dan tidak
    menggunakan perkataan orang lain tanpa pengakuan. Sebagai pelaku PTK, Anda
    hendaknya selalu ingat bahwa meneliti adalah pekerjaan profesional yang menuntut
    komitmen kerja keras dan tanggung jawab pribadi.
    f. Jaga Kepercayaan
    Dari awal Anda hendaknya meyakinkan orang-orang yang terlibat dalam
    penelitiannya bahwa dia dapat dipercaya, dan akan menepati janji tentang negosiasi,
    kerahasiaan dan pelaporan. Anda hendaknya selalu melakukan pengecekan bilaman raguragu
    atau ada kesalahpahaman. Selain itu, Anda hendaknya melindungi orang lain dan
    juga diri Anda.
    Bagian III
    Langkah-Langkah Penelitian Tindakan
    Ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan penelitian tindakan
    (lihat misalnya Cohen dan Manion, 1908; Taba dan Noel, 1982; Winter, 1989). Langkahlangkah
    tersebut adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah;
    (2) menganalisis masalah; (3) merumuskan hipotesis tindakan; (4) membuat rencana
    tindakan dan pemantauannya; (5) melaksanakan tindakan dan mengamatinya; (6)
    mengolah dan menafsirkan data; dan (7) melaporkan.
    Secara alami, langkah-langkah itu biasanya tidak terjadi dalam alur yang lurus.
    Apabila terjadi perubahan masalah pada waktu dilakukan analisis masalah, maka
    diperlukan identifikasi masalah yang baru. Data diperlukan untuk memfokuskan
    masalahnya dengan mengidentifikasi faktor penyebab, dalam menentukan hipotesis
    tindakan, dalam evaluasi dsb.
    1. Identifikasi dan Perumusan Masalah
    Seperti telah disinggung di muka, PTK Anda dilakukan untuk mengubah perilaku Anda
    sendiri, perilaku sejawat dan murid-murid Anda, atau mengubah kerangka kerja, proses
    pembelajaran, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku Anda dan
    sejawat serta murid-murid Anda. Singkatnya, PTK Anda lakukan untuk meningkatkan
    praktik pembelajaran Anda. Contoh-contoh bidang garapan PTK:
    1) metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode penemuan;
    2) strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran daripada satu
    gaya belajar mengajar;
    3) prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyu/otentik;
    4) penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong timbulnya sikap yang
    lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan;
    5) pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan mengajar,
    mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau
    meningkatkan kesadaran diri;
    6) pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku; dan
    7) administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah (Cohen dan
    Manion, 1980: 181).
    a. Identifikasi masalah
    Seperti dalam jenis penelitian lain, langkah pertama dalam penelitian tindakan
    adalah mengidentifikasi masalah. Langkah ini merupakan langkah yang menentukan.
    Masalah yang akan diteliti harus dirasakan dan diidentifikasi oleh peneliti sendiri
    bersama kolaborator meskipun dapat dengan bantuan seorang fasilitator supaya mereka
    betul-betul terlibat dalam proses penelitiannya. Masalahnya dapat berupa kekurangan
    yang dirasakan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, etos kerja, kelancaran
    komunikasi, kreativitas, dsb. Pada dasarnya, masalahnya berupa kesenjangan antara
    kenyataan dan keadaan yang diinginkan.
    Masalahnya hendaknya bersifat tematik seperti telah disebutkan di atas dan dapat
    diidentifikasi dengan pertolongan tabel dua arah model Aristoteles. Misalnya dalam
    bidang pendidikan, ada empat sel lajur dan kolom, sehubungan dengan anggapan bahwa
    ada empat komponen pokok yang ada di dalamnya (Schab, 1969) yaitu: guru, siswa,
    bidang studi, dan lingkungan. Semua komponen tersebut berinteraksi dalam proses
    belajar-mengajar, dan oleh karena itu dalam usaha memahami komponen tertentu peneliti
    perlu memikirkan bubungan di antara komponen-komponen tersebut.
    Berikut adalah beberapa kriteria dalam penentuan masalah: (a) Masalah harus
    penting bagi orang yang mengusulkannya dan sekaligus signifikan dilihat dari segi
    pengembangan lembaga atau program; (b) Masalahnya hendaknya dalam jangkauan
    penanganan. Jangan sampai memilih masalah yang memerlukan komitmen terlalu besar
    dari pihak para penelitinya dan waktunya terlalu lama; (c) Pernyataan masalahnya harus
    mengungkapkan beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga
    pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal fundamental ini daripada berdasarkan
    fenomena dangkal.
    Berikut ini beberapa contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus penelitian
    tindakan: (1) rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan
    mahasiswa; (2) rendahnya ketaatan staf pada perintah atasan; (3) rendahnya keterlibatan
    siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris; (4) rendahnya kualitas pengelolaan
    interaksi guru-siswa-siswa; (5) rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau
    dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut; dan (6)
    rendahnya kemandirian belajar siswa di suatu sekolah menengah atas.
    Masalah hendaknya diidentifikasi melalui proses refleksi dan evaluasi, yang dalam
    model Kemmis dan Taggart disebut reconnaissance, terhadap data pengamatan awal.
    Masalah rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan
    mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut (lihat nomor 5 di
    atas) diidentifikasi berdasarkan hasil pengamatan awal terhadap proses pembelajaran
    bahasa Inggris di kelas. Sebagai contoh, cuplikan proses pembelajaran bermasalah
    tersebut disajikan dalam Gambar 3.1 di bawah ini.
    Ketika guru masuk kelas, pada jam 7 pagi, 5 Agustus 2002, murid-murid kelas IV SD itu sangat ribut. Beberapa
    mondar-mandir di depan kelas, beberapa berkelakar, dan yang lain bercakap-cakap satu sama lainnya. Sadar
    gurunya sudah datang mereka terdiam dan mencari meja masing-masing. Mereka lalu duduk manis, tangan di meja,
    dengan tangan kanan menumpangi tangan kiri. Guru memberi salam, “Good morning, children.” Murid-murid
    menjawab, “Good morning, Mam.” “Is anybody absent?” Tidak ada yang menjawab. Lalu dia mengulangi pertanyaan
    dalam bahasa Indonesia, “Ada yang tidak masuk?” Mereka saling berpandangan sebentar. “Tidak ada, Bu,” kata
    Sutanto, ketua kelasnya. “Bagus. Hari ini kalian akan belajar nama-nama binatang. Kalian sudah siap?” “Sudah, Bu,”
    jawab murid-murid serentak. “Good. Prepare your pens and notebooks. Copy the words from the board.” Tidak ada
    yang menanggapi. “Kalian mengerti maksud Ibu?” “Tidak, Bu,” jawab murid-murid serentak. Guru lalu
    menyampaikan pesan yang sama dalam bahasa Indonesia.
    Sementara murid-murid menyiapkan buku dan pena mereka, guru menulis 15 nama binatang dalam
    bahasa Indonesia di papan tulis, berderet ke bawah. Setelah selesai, dia berkeliling kelas melihat-lihat apakah
    murid-muridnya menulisnya dengan benar ejaannya. Kadang dia berhenti untuk membantu murid yang mengalami
    kesulitan.
    Setelah murid-murid selesai menuliskan ke-15 nama binatang tersebut, dia meminta anak-anak melihat
    papan tulis. “Siapa yang tahu bahasa Inggrisnya nama binatang-binatang ini?” Sutanto tunjuk jari. “Bagaimana yang
    lain?” Tidak ada yang menanggapi. “Baiklah. Apa yang kamu ketahui, Susanto?” “Saya tahu dua saja, Bu. Kucing
    disebut /ȷat/ (diucapkan seperti kalau membaca bahasa Indonesia) dan sapi /ȷow/.” “Coba kamu tulis dua nama itu
    di samping nama bahasa Indonesia di papan tulis itu,” pinta gurunya. “Bagus. Tetapi membacanya tidak begitu.” Dia
    memberikan contoh melafalkan kedua nama tersebut secara benar dan minta murid-murid untuk menirukan
    bersama-sama. Kemudian dia melengkapi nama-nama 15 binatang dalam bahasa Inggris. Kemudian dia
    mengambil alat penunjuk dan minta murid-murid untuk menirukan guru. Dengan menunjukkan alat itu ke namanama
    bahasa Inggris binatang di papan tulis satu per satu, dia melafalkan nama itu dan murid-muridnya
    menirukannya secara klasikal. Kemudian dia minta separuh kelas (sisi kanan) menirukan dan separuhnya lagi (sisi
    kiri) mendengarkan, dan sebaliknya. Langkah ini diikuti pengecekan secara individual dengan minta 6 orang murid
    satu per satu menirukan pelafalan nama-nama binatang tersebut. Kegiatan terakhir menirukan dilakukan seluruh
    kelas. (Lafal guru sempurna).
    Lalu guru berkata, ”I like birds. I do not like cats. Do you like cats, Surti?” Surti diam. “Saya suka burung.
    Saya tidak suka kucing. Apakah kamu suka kucing, Surti?” “Tidak, Bu.” “Kamu, Tanto?” “Ya, Bu.” Lalu dia
    menuliskan di papan tulis kalimat 1. I like birds. I do not like cats; 2.Tanto likes cats; 3.Surti does not like cats. Lalu
    dia menerjemahkan empat kalimat dalam bahasa Indonesia. Murid-murid diminta menurun empat kalimat tersebut
    dalam bukunya dan dia berkeliling kelas untuk memeriksa apakah mereka benar dalam ejaan. Bebrapa kali dia
    membantu murid yang salah ejaannya.
    Setelah selesai menulis, murid-murid diminta melihat papan tulis dan membuat dua kalimat sejenis
    dengan contoh nomor 1 dan 2 sesuai dengan binatang yang disukai dan tidak disukai. Lalu sekitar separuh kelas
    diminta maju satu per satu untuk membaca kalimatnya. Guru membetulkan lafal yang salah.
    Karena waktu sudah habis, guru memberi PR dengan meminta setiap anak untuk menanyakan 10 teman,
    boleh teman sekelas atau kakak/adik kelas binatang apa yang mereka sukai dan tidak sukai di antara 10 binatang
    yang ada dalam daftar. Terakhir guru memberi salam perpisahan dengan mengucapkan, “Good bye,” dan dijawab
    oleh sebagian murid.
    Gambar 3.1 Vignette Pembelajaran Bahasa Inggris Kelas IV SD
    Seperti dapat dilihat dalam Gambar 3.1, guru telah melibatkan siswa dalam kegiatan
    pembelajaran. Akan tetapi kegiatannya terbatas pada pembelajaran tentang lafal, dan
    terjemahan kata per kata, lalu membuat kalimat terpisah. Tampak bahwa siswa terlibat
    aktif, tetapi ditinjau dari sudut pandang pembelajaran bahasa komunikatif, proses
    pembelajaran tersebut belum baik karena belum melibatkan siswa dalam kegiatan
    menggunakan ungkapan-ungkapan yang dipelajari untuk berkomunikasi, misalnya lewat
    permainan dan bermain peran.
    Data awal tersedia dalam beberapa vignette yang dicermati bersama oleh peneliti
    dan kolaboratornya dalam suasana terbuka di mana setiap peserta penelitian mendapatkan
    hak berbicara sehingga terjadi dialog profesional yang enak. Tentu saja masalah yang
    ditemukan tidak mungkin hanya satu; biasanya ada sederet masalah. Maka, peneliti
    bersama kolaboratornya perlu membatasi masalah, atau menentukan fokus penelitian.
    Dalam kasus pengajaran bahasa Inggris di atas, kualitas pembelajaran di kelas dianggap
    sebagai masalah yang perlu segera dipecahkan agar hasil pembelajaran yang diharapkan
    dapat dicapai, yaitu keterampilan menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi.
    Setelah ditentukan, masalah perlu dirumuskan.
    b. Perumusan masalah
    Seperti telah disebutkan di atas, masalah penelitian tindakan yang merupakan
    kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan hendaknya
    dideskripsikan untuk dapat merumuskannya. Pada intinya, rumusan masalah harus
    mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan.
    Contoh-contoh masalah di atas akan diberikan contoh rumusannya dalam Tabel 3.1 di
    bawah.
    Seperti dapat dilihat pada Tabel 3.1, dalam rumusan ada deskripsi tentang
    keadaan nyata dan deskripsi tentang keadaan yang diinginkan dan kesenjangan antara dua
    keadaan tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan dengan menutupnya
    melalui tindakan yang sesuai. Bagaimana cara menutupnya? Karena penelitian tindakan
    merupakan kegiatan akademik dan profesional, seorang peneliti perlu mencari wawasan
    teoretis dari pustaka yang relevan untuk dapat menentukan cara-cara yang akan
    digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitiannya. Pustaka yang ditinjau hendaknya
    mencakup teori-teori dan hasil penelitian yang relevan. Satu hal yang perlu diingat
    adalah bahwa teori dalam penelitian tindakan bukan untuk diuji, melainkan untuk
    menuntun peneliti dalam membuat keputusan-keputusan selama proses penelitian
    berlangsung. Wawasan teoretis sangat mendukung proses analisis masalah.
    Pada akhir tinjauan pustaka, peneliti tindakan dapat mengajukan hipotesis
    tindakan atau pertanyaan penelitian.
    2. Analisis Masalah
    Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui demensi-dimensi masalah
    yang mungkin ada untuk mengidentifikasikan aspek-aspek pentingnya dan untuk
    memberikan penekanan yang memadai.
    Analisis masalah melibatkan beberapa jenis kegiatan, bergantung pada kesulitan
    yang ditunjukkan dalam pertanyaan masalahnya; analisis sebab dan akibat tentang
    kesulitan yang dihadapi, pemeriksaan asumsi yang dibuat kajian terhadap data penelitian
    yang tersedia, atau mengamankan data pendahuluan untuk mengklarifikasi persoalan atau
    untuk mengubah perspektif orang-orang yang terlibat dalam penelitian tentang
    masalahnya. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui diskusi di antara para peserta
    penelitian dan fasilitatornya, juga kajian pustaka yang gayut.
    Tabel 3.1: Masalah dan Rumusannya
    No. Masalah Rumusan
    1. Rendahnya kemampuan
    mengajukan pertanyaan kritis di
    kalangan mahasiswa
    Mahasiswa semester 5 mestinya telah mampu mengajukan pertanyaan
    yang kritis, tetapi dalam kenyataannya petanyaan mereka lebih
    bersifat klarifikasi
    2. Rendahnya ketaatan staf pada
    perintah atasan
    Staf di kantor ini mestinya melakukan apa yang diperintahkan
    atasannya, tetapi dalam kenyataanya mereka sering sekali melakukan
    hal-hal yang tidak diperintahkan
    3. Rendahnya keterlibatan siswa
    dalam proses pembelajaran
    bahasa Inggris
    Siswa kelas bahasa Inggris mestinya terlibat secara aktif dalam
    kegiatan belajar menggunakan bahasa Inggris lewat kegiatan yang
    menyenangkan, tetapi dalam kenyataan mereka sangat pasif.
    4. Rendahnya kualitas pengelolaan
    interaksi guru-siswa-siswa
    Pengelolan interaksi guru-siswa-siswa mestinya memungkinkan setiap
    siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran, tetapi dalam
    kenyataan interaksi hanya terjadi antara guru dengan beberapa siswa.
    5. Rendahnya kualitas proses
    pembelajaran bahasa Inggris
    ditinjau dari tujuan
    mengembangkan keterampilan
    berkomunikasi dalam bahasa
    tersebut
    Proses pembelajaran bahasa Inggris mestinya memberi kesempatan
    kepada siswa untuk belajar menggunakan bahasa tsb. secara
    komunikatif, tetapi dalam kenyataannya kegiatan pembelajaran
    terbatas pada kosakata, lafal dan struktur.
    6. Rendahnya kemandirian belajar
    siswa di suatu sekolah menengah
    atas.
    Kemandirian belajar siswa SLTP mestinya telah berkembang jika
    kegiatan pembelajarannya mendukungnya, tetapi dalam kenyataannya
    dominasi peran guru telah menghambat perkembangannya
    Untuk mempertajam hasil analisis, peneliti dapat berusaha menjawab sebagian
    pertanyaan di bawah ini yang dianggap gayut dengan permasalahannya (Kemmis dan
    McTaggart, 1988):
    a. Apa hubungan antara individu dan kelompok dalam situasi ini?
    b. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara jati diri individual dan
    budayanya?
    c. Bagaimana situasi ini menunjukkan kerja hubungan antara nilai-nilai orang dan
    kepentingan diri mereka?
    d. Sejauh mana situasi ini dibentuk oleh kondisi objektif, dan sejauh mana situasi
    dibentuk oleh kondisi subjektif (harapan, cara memahami dunia) orang-orang yang
    terlibat.
    e. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang kekuatan, khususnya hubungan antara
    kendali dan perlawanan?
    f. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara pertentangan dan
    perlembagaan?
    g. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara agen manusia
    (kapasitas kemauan manusia) dan struktur sosial (kerangka kerja sosial) yang
    membentuk dan membatasi kapasitas untuk melaksanakan kemauan?
    h. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara teori dan praktik?
    i. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara proses dan produk?
    j. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara pendidikan dan
    masyarakat?
    k. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara reproduksi dan
    transformasi?
    l. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara stabilitas (atau
    kesinambungan sejarah) dan perubahan (atau keputusan sejarah)?
    m. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara keadaan dan
    konsekuensi, atau tentang hubungan antara tujuan dan pencapaian?
    Tentu saja peneliti mungkin dapat menjawab semua pertanyaan di atas atau
    menjawab semua pertanyaan secara menyeluruh. Namun daftar pertanyaan ini dapat
    membantu peneliti dalam memahami situasi yang ada bersama gejala-gejala yang perlu
    diteliti.
    Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin akan membuat peneliti merasa miskin
    pengetahuan tentang situasi yang akan diteliti sehingga mampu melihat kekurangan pada
    dirinya. Kemampuan untuk melihat kekurangan yang ada pada dirinya adalah salah satu
    persyaratan bagi keberhasilan penelitian tindakan itu sendiri, seperti telah disebutkan
    pada Bab II. Bandingkan siratan semua pertanyaan di atas dengan komentar yang
    terkenal dari Isaac Newton seperti dikutip di bawah ini.
    I don’t know what I may appear to the world, but to myself I seem to have
    been only a boy playing on the sea-shore, and diverting myself in now and
    again finding a smother pebble or the prettier shell than ordinary, whilst the
    great ocean of truth lay all undiscovered before me. ( dalam Kemmis dan
    McTagart, 1988: 99)
    (Saya tidak tahu bagaimana saya ini tampak di dunia, tetapi saya sendiri
    merasa hanyalah seorang bocah laki-laki yang bermain di pantai, dan lari
    mondar-mandir ke segala arah dari waktu ke waktu untuk menemukan batu
    kecil yang lebih halus atau kerang yang lebih cantik dari biasanya, sementara
    samudera kebenaran terbentang di depanku penuh rahasia).
    3. Perumusan Hipotesis Tindakan
    Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau hubungan,
    melainkan hipotesis tindakan. Idealnya hipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan
    penelitian formal. Namun situasi lapangan yang senantiasa berubah membuatnya sulit
    untuk memenuhi tuntutan itu.
    Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk
    menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk sampai pada pemilihan tindakan yang
    dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang prosedur-prosedur yang mungkin
    dapat dilaksanakan agar perbaikan yang diinginkan dapat dicapai sampai menemukan
    prosedur tindakan yang dianggap tepat. Dalam menimbang-nimbang berbagai prosedur
    ini sebaiknya peneliti mencari masukan dari sejawat atau orang-orang yang peduli
    lainnya dan mencari ilham dari teori/hasil penelitian yang telah ditinjau seblumnya
    sehingga rumusan hipotesis akan lebih tepat..
    Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di sini. Situasinya adalah kelas yang
    siswa-siswanya sangat lamban dalam memahami bacaan. Berdasarkan analisis
    masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki kebiasaan
    membaca yang salah dalam memahami makna bahan bacaannya, dan bahwa ‘kesiapan
    pengalaman’ untuk memahami konteks perlu ditingkatkan. Maka hipotesis tindakannya
    sebagai berikut: “Bila kebiasaan membaca yang salah dibetulkan lewat teknik-teknik
    perbaikan yang tepat dan ‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks bacaan
    ditingkatkan, maka para siswa akan meningkat kecepatan membacanya.” Apabila setelah
    dilaksanakan tindakan yang direncanakan dan telah diamati, hipotesis tindakan ini
    ternyata meleset dalam arti pengaruh tindakannya belum seperti yang diinginkan, peneliti
    harus merumuskan hipotesis tindakan yang baru untuk putaran penelitian tindakan
    berikutnya. Dengan demikian, dalam suatu putaran spiral penelitian tindakan, peneliti
    merumuskan hipotesis, dan pada putaran berikutnya merumuskan hipotesis yang lain, dan
    putaran berikutnya lagi merumuskan hipotesis yang lain lagi ... begitu seterusnya,
    sehingga pelaksanaan tugas terus meningkat kualitasnya.
    Untuk masalah-masalah yang dicontohkan di atas, diberikan contoh rumusan
    hipotesis tindakannya dalam Tabel 3.2 di bawah.
    Tabel 3.2: Masalah, Rumusan Masalah dan Hipotesis Tindakan
    No Masalah Rumusan Hipotesis Tindakan
    1. rendahnya
    kemampuan
    mengajukan
    pertanyaan kritis di
    kalangan
    mahasiswa
    Mahasiswa semester 5 mestinya telah
    mampu mengajukan pertanyaan yang
    kritis, tetapi dalam kenyataannya
    petanyaan mereka lebih bersifat
    klarifikasi
    Jika tingkat kekritisan pertanyaan
    mahasiswa dijadikan penilaian
    kualitas partisipasi mereka setelah
    diberi contoh dengan
    pembahasan-nya, kemampuan
    mengajukan pertanyaan kritis
    mereka akan meningkat.
    2.
    rendahnya ketaatan
    staf pada perintah
    atasan
    Staf di kantor ini mestinya
    melakukan apa yang diperintahkan
    atasannya, tetapi dalam kenyataanya
    mereka sering sekali melakukan halhal
    yang tidak diperintahkan
    Jika diterapkan sanksi terhadap
    ketidaktaatan terhadap perintah
    atasan setelah dibahasa akibat
    buruknya, ketaatan staf terhadap
    perintah atasan akan meningkat.
    3.
    rendahnya
    keterlibatan siswa
    dalam proses
    pembelajaran
    bahasa Inggris dan
    rendahnya motivasi
    belajar mereka
    Siswa kelas bahasa Inggris mestinya
    terlibat secara aktif dalam kegiatan
    belajar menggunakan bahasa Inggris
    lewat kegiatan yang menyenangkan
    sehingga motivasi belajarnya tinggi,
    tetapi dalam kenyataan mereka
    kurang sekali terlibat sehingga
    motivasi mereka rendah.
    Dengan kegiatan yang
    menyenangkan di mana mereka
    belajar menggunakan bahasa
    Inggris, keterlibatan siswa dalam
    kegiatan belajar akan meningkat,
    dan begitu juga motivasi belajar
    mereka.
    4.
    rendahnya kualitas
    pembelajaran
    bahasa Inggris
    ditinjau dari tujuan
    Kualitas pembelajaran bahasa Inggris
    mestinya tinggi jika kegiatannya
    terfokus untuk mengembangkan
    kemahiran berkomunikasi dalam
    Jika kegiatan pembelajaran
    difokuskan pada pengembangan
    kompetensi komunikatif
    berbahasa Inggris, kualitas
    mengembangkan
    keterampilan
    berkomunikasi
    dalam bahasa
    tersebut
    bahasa Inggris, tetapi dalam
    kenyataannya focus terlalu berat pada
    kegiatan untuk menguasai
    pengetahuan tentang grammar dan
    kosakata bahasa Inggris.
    pembelajaran akan meningkat.
    5.
    rendahnya
    kemandirian
    belajar siswa di
    suatu sekolah
    menengah pertama
    Kemandirian belajar siswa SLTP
    mestinya telah berkembang jika
    kegiatan pembelajarannya
    mendukungnya, tetapi dalam
    kenyataannya dominasi peran guru
    telah menghambat perkembangannya
    Jika kegiatan pembelajaran
    diciptakan untuk memenuhi
    kebutuhan perkembangan masingmasing
    siswa, kemandirian
    belajar siswa akan meningkat.
    Untuk melengkapi contoh hipotesis tindakan, berikut disajikan hipotesis tindakan
    suatu proyek penelitian tindakan yang dilaporkan oleh Elliott (1988) seperti disajikan di
    bawah.
    a. Guru tidak mungkin bergeser dari situasi formal kalau mereka menggunakan
    pendekatan terstruktur jangka pendek
    Yang dimaksud dengan pendekatan terstruktur jangka pendek adalah pendekatan
    untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan dalam waktu yang singkat.
    Penggunaan terstruktur jangka pendek cenderung menceburkan guru ke dalam salah
    satu dari dua dilema yang mungkin timbul. Pertama, ada kemungkinan bahwa siswa
    menggunakan alur penalaran yang berbeda dengan alur penalaran yang diinginkan
    oleh guru. Katakan misalnya, guru telah menentukan waktu yang digunakan untuk
    mencapai tujuan. Karena ada perbedaan alur penalaran antara dia dan siswanya, dia
    terpaksa mencapai tujuan itu dalam waktu yang lebih lama, atau dia harus
    mengendalikan penalaran siswa agar sama dengan alur penalarannya. Jika cara kedua
    yang dipilih, ketergantungan intelektual siswa pada posisi orang yang berwenang
    pasti bertambah. Kedua, siswa mungkin sama sekali tidak dapat melakukan banyak
    penalaran. Lagi-lagi, agar mencapai tujuan dalam waktu yang ditentukan guru
    mungkin membimbing siswa ke arah tujuan itu dengan memberinya terlalu banyak
    petunjuk. Dalam situasi seperti itu kemungkinan besar siswa banyak menebak ke arah
    mana jawaban yang diinginkan oleh guru karena mereka tidak ingin terlalu
    menyimpang dari jawaban yang diinginkan oleh guru. Dengan demikian, siswa mulai
    kehilangan kemerdekaan penalarannya. Dengan kata lain, ketergantungan siswa
    kepada guru meningkat.
    b. Untuk menghilangkan tebak-menebak dan bergeser dari situasi formal ke situasi
    informal, guru mungkin harus menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal
    berikut:
    1) Mengubah topik
    Guru mengubah topik yang sedang dibicarakan mungkin menghambat siswa
    dalam mengungkapkan dan mengembangkan gagasan-gagasannya sendiri karena
    siswa cenderung menafsirkan perubahan tersebut sebagai usaha untuk mendapatkan
    kesesuaian dengan alur penalaran tertentu.
    2) Penguatan positif
    Ungkapan tanggapan positif yang terlalu mantap, seperti ‘bagus’, ‘menarik’, dan
    ‘betul’ sebagai tanggapan terhadap gagasan tertentu yang diungkapkan siswa dapat
    menghalangi pengungkapan dan pembahasan gagasan-gagasan yang lain karena siswa
    cenderung menafsirkan penguatan tersebut sebagai usaha untuk mengesahkan
    pengembangan gagasan tertentu saja, dan menutup kemungkinan pengembangan
    gagasan-gagasan yang lain.
    3) Pengajuan pertanyaan kritis secara selektif
    Guru yang mengajukan pertanyaan yang kritis kepada siswa-siswa tertentu saja
    dan bukan kepada siswa-siswa lainnya mungkin menghalangi kelompok siswa
    pertama untuk mengembangkan gagasan-gagasannya karena pertanyaan demikian
    cenderung ditafsirkan sebagai evaluasi negatif terhadap gagasan-gagasan yang
    diungkapkan.
    4) Pertanyaan dan pernyataan yang mengarah
    Pertanyaan dan pernyataan yang mengandung informasi tentang jawaban yang
    diinginkan guru mungkin menghalangi siswa untuk mengembangkan gagasangagasan
    sendiri karena mereka cenderung menafsirkan tindakan demikian sebagai
    usaha menghambat atau membatasi arah pemikiran mereka.
    5) Mengundang kesepakatan bulat
    Guru menanggapi gagasan-gagasan siswa dengan pertanyaan seperti ‘Apakah
    kalian semua setuju?’ atau ‘Apakah ada yang tidak setuju?’ cenderung menghalangi
    pengungkapan keragaman pikiran atau pendapat.
    6) Urutan pertanyaan/jawaban
    Guru yang selalu mengajukan pertanyaan setelah mendengar jawaban siswa
    terhadap pertanyaan sebelumnya mungkin menghalangi siswa untuk mengemukakan
    gagasan-gagasan mereka sendiri karena siswa mungkin menafsirkan pola demikian
    sebagai usaha untuk mengendalikan masukan dan urutan gagasan.
    7) Mengendalikan informasi faktual
    Guru yang menyampaikan informasi faktual secara pribadi, apakah secara lisan
    atau tertulis, mungkin menghalangi siswa untuk mengevaluasinya karena siswa
    cenderung menafsirkan intervensi demikian sebagai usaha untuk membuat mereka
    menerima kebenaran.
    8) Tidak meminta evaluasi
    Guru yang tidak meminta siswanya untuk mengevaluasi informasi yang mereka
    pelajari mungkin menghalangi mereka untuk mengritik karena siswa cenderung
    menafsirkan situasi tersebut sebagai hal yang melarang adanya kritik.
    c. Guru yang menggunakan pendekatan terstruktur jangka panjang dalam konteks
    di mana siswa secara psikologis bergantung kepada guru lebih kecil
    kemungkinannya untuk bergeser dari situasi formal dibandingkan dengan guru
    yang menggunakan pendekatan tak terstruktur.
    Ketika siswa sangat bergantung kepada guru secara psikologis, guru mungkin
    dapat mengurangi ketergantungan tersebut dengan jalan meyakinkan bahwa mereka
    tidak dapat mendapatkan jawaban daripadanya. Pertanda apa pun yang menunjukkan
    digunakannya pendekatan terstruktur, meskipun dalam jangka panjang, mendorong
    mereka untuk menghabiskan tenaganya untuk medapatkan jawaban dari gurunya.
    Tentu saja, guru dapat berusaha meyakinkan siswanya bahwa dia tidak memiliki
    jawaban yang diinginkan, tetapi mungkin cara yang baik adalah mengusahakan
    mencapai tujuan-tujuan yang tak terstruktur sehingga siswa lebih leluasa dalam
    mengembangkan gagasan-gagasan mereka untuk sampai pada jawaban yang
    diinginkan.
    d. Agar dapat menggunakan pendekatan tak terstruktur yang meyakinkan dan
    dengan demikian bergeser dari situasi formal, mungkin untuk sementara guru
    perlu menggunakan metode terbuka daripada terbimbing.
    Bimbingan dalam pendekatan terstruktur cenderung berbentuk lain dari
    bimbingan dalam pendekatan tak terstruktur. Ciri perbedaan itu dapat ditemukan
    dalam bahasa yang digunakan untuk bertanya. Di dalam pendekatan terstruktur
    pertanyaan guru cenderung terfokus pada bahan pembicaraan, sedangkan dalam
    pendekatan tak terstruktur pertanyaan guru cenderung terfokus pada orang.
    Maksudnya, dalam pendekatan terstruktur, pembicaraan dipusatkan pada hal-hal di
    luar diri siswa sehingga terasa kurang bermakna. Sebaliknya, dalam pendekatan tak
    terstruktur fokus pembicaraan diberikan kepada siswa, dalam arti bahwa pembicaraan
    dihubungkan dengan pengalaman sehingga bahan yang dibicarakan tampak seperti
    bagian dari diri siswa. Dengan cara tersebut, bahan pembicaraan terasa bermakna
    bagi siswa.
    e. Dalam konteks siswa mengembangkan kepercayaan terhadap kekuatan
    penalaran mereka sendiri, guru dapat mengubah metode tak terstrukturterbuka
    ke metode tak terstruktur terbimbing (berorientasikan pada orang)
    tanpa menciptakan kendala bagi terjadinya pembelajaran mandiri.
    Ketika siswa tidak merasakan kebutuhan besar untuk bergantung kepada posisi
    kewenangan gurunya, akan lebih kecil kemungkinan mereka salah menafsirkan
    bimbingan yang beorientasikan orang sebagai pertanda tersembunyi tentang jawaban
    yang diinginkan guru dan merasa terhambat olehnya.
    f. Dalam konteks siswa mengembangkan kepercayaan terhadap kekuatan
    penalaran mereka sendiri, guru dapat menggunakan pendekatan terstruktur
    jangka panjang tanpa menciptakan bagi terjadinya pembelajaran mandiri.
    Begitu siswa dapat menghargai dan lebih yakin terhadap arah pemelajarannya
    sendiri, mereka kurang tertarik untuk memancing jawaban dari gurunya. Bahkan,
    meskipun mereka menyadari bahwa gurunya menginginkan jawaban tertentu, mereka
    berusaha untuk memikirkan sendiri jawaban-jawaban itu asal gurunya tidak
    menghalangi mereka melakukan hal itu dengan cara memotong proses penalaran
    mereka karena ingin memberikan jawaban secepatnya. Namun demikian, perumusan
    hipotesis bukan keharusan dan hipotesis hendaknya tidak diperlakukan sebagai hal
    yang tetap, melainkan sebagai hal yang dapat dimodifikasi atau diubah sama sekali
    bila situasi lapangan menghendaki.
    4. Pembuatan Rencana Tindakan
    Rencana tindakan hendaknya memuat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kunci
    berikut ini (McNiff, Lomax & Whitehead, 2003: 60):
    • Apa persoalan yang diangkat?
    • Mengapa persoalan ini telah dipilih?
    • Jenis bukti apa yang dapat diproduksi untuk menunjukkan perubahan telah
    terjadi?
    • Apa yang akan dilakukan dengan temuan?
    • Bukti apa yang dapat diproduksi untuk menunjukkan bahwa tindakan terkait
    memiliki dampak?
    • Bagaimana dampak akan dievaluasi?
    • Bagaimana penelitian menjamin bahwa penilaian yang akan dibuatnya bersifat
    adil dan akurat?
    • Bagaimana praktik akan dimodifikasi berdarakan hasil evaluasi?
    Selain itu, rencana tindakan juga perlu memuat:
    a. alat-alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti/data, dan
    b. rencana perekaman/pencatatan data dan pengolahannya
    Untuk dapat menyajikan informasi di atas, peneliti perlu melakukan 1) pemilihan,
    peosedur, yang mencakup penelitian, administrasi, pemilihan materi, metode mengajar
    dan belajar, alokasi sumber daya dan tugas, dan (2) pemilihan prosedur pemantauan dan
    evaluasi, yang mencakup pemilihan teknik pengukuran dan teknik perekaman/pencatatan
    data bersama alat-alat yang diperlukan. Teknik pengukuran yang diperlukan biasanya
    teknik yang sederhana.
    5. Pelaksanaan Tindakan
    Seperti telah diuraikan dalam Bab I tentang asas-asas penelitian tindakan,
    pelaksanaan tindakan yang direncanakan hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai
    perbaikan yang diinginkan. Artinya, jika sesuatu memerlukan perubahan karena tuntutan
    situasi, peneliti hendaknya siap melakukan perubahan itu asal saja perubahan itu
    mendukung tercapainya perbaikan.
    Pada saat tindakan dilaksanakan itulah pengumpulan data dilakukan. Data yang
    dikumpulkan mencakup semua yang dilakukan oleh siapapun yang ada dalam situasi
    terkait, perubahan-perubahan yang perlu dilakukan, pengaruh suatu kegiatan pada peserta
    penelitian (sikap motivasi, prestasi), pola interaksi yang terjadi, dan proses yang
    berlangsung. Data dapat dikumpulkan lewat teknik-teknik yang disebutkan di atas.
    Apa yang dimaksud dengan jurnal ? Menurut White (1988), jurnal adalah
    berbagai cara merekam/mencatat respon tertulis terhadap pengalaman yang dimiliki oleh
    subyek penelitian selama pelaksanaan tindakan. Fungsi utama rekaman/catatan adalah
    untuk mengembangkan dialog antara peserta penelitian tentang pelaksanaan tugasnya.
    Agar memenuhi fungsinya, penulisan jurnal hendaknya mengikuti asas-asas
    berikut
    a. Semua peserta menulis jurnal dalam format yang tepat seperti yang telah disepakati
    untuk kegiatan-kegiatan tertentu dalam putaran penelitian tindakan.
    b. Hendaknya disediakan waktu tertentu secara teratur untuk penulisan jurnal tanpa
    disela sama sekali.
    c. Semua tulisan harus diacu bersama oleh semua peserta penelitian.
    d. Hendaknya ada waktu tertentu yang disisihkan secara teratur untuk bertukar jurnal
    yang telah ditulis oleh peserta, dan juga saling memberikan respon terhadap isi jurnal
    masing-masing.
    e. Penulisan jurnal memerlukan struktur dan lingkungan yang mendukung. Hal itu dapat
    dilaksanakan dengan menentukan fokus sebelum dimulai penulisan jurnal terkait, dan
    menentukan prosedur interaksi di antara peserta ketika mereka bertukar tulisan dan
    saling memberikan respon.
    Penulisan jurnal ini penting, karena jurnal dapat menyediakan hal-hal berikut:
    a. mekanisme yang menuntun penulisnya dalam menjajagi praktiknya;
    b. kemponen keterampilan evaluatif dalam diri pelaku terkait;
    c. strategi untuk menemukan diri-sendiri sebagai penulis dan sebagai pemaham proses
    penulisan;
    d. model untuk penulis yang baru belajar;
    e. alat untuk memperoleh kewenangan melalui pengembangan kepercayaan diri dalam
    memanfaatkan tulisan untuk menuntun tindakan dan memberikan kesempatan untuk
    melakukan refleksi terhadap tindakan ini dan rencana baru untuk bertindak; dan
    f. alat bantu untuk mempermudah interaksi yang suportif tetapi kritis di antara peserta
    penelitian.
    Hal-hal yang dapat dimuat dalam jurnal dapat mencakup:
    a. rincian program sehari-hari (ringkasan);
    b. rincian percakapan, acara perencanaan, wawancara dengan tamu;
    c. pertanyaan untuk penelitian selanjutnya;
    d. gambar, sketsa, contoh-contoh gagasan yang bagus;
    e. pembuatan log harian mengenai bagian praktik tertentu;
    f. amatan tentang penggunaan strategi;
    g. refleksi tentang sesuatu yang dilakukan, misalnya pelajaran yang diberikan;
    h. rencana untuk kegiatan di masa datang; dan
    i. respon terhadap fokus pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya.
    6. Pengolahan dan Penafsiran Data
    Isi semua catatan/rekaman hendaknya dilihat untuk dijadikan landasan melakukan
    refleksi. Dalam hal ini peneliti harus membandingkan isi catatan yang dilakukan para
    peserta untuk menentukan bagaimana dapat sampai pada suatu temuan yang relatif andal
    dan sahih. Dengan perbandingan ini, unsur kesubjektifan dapat dikurangi. Penggolongan
    dapat dilakukan juga untuk dapat menyimpulkan makna data.
    Untuk menentukan apakah perbaikan yang diinginkan terjadi, data tentang
    perubahan perilaku, sikap, dan motivasi hendaknya dianalisis. Bila perubahan dicatat
    secara kualitatif, hendaknya ditentukan indikator-indikaror deskriptifnya sehingga
    perubahan yang terjadi akan dapat dilihat. Data yang diperoleh melalui tes akan sangat
    menolong untuk menentukan adanya perbaikan yang diinginkan. Semua yang terjadi,
    baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan, perlu dianalisis untuk
    menentukan apakah ada perubahan ke arah perbaikan di segala aspek praktik dalam
    situasi terkait. Jadi, hasil analisis data dapat disajikan secara kualitatif deskriptif.
    7. Pelaporan Hasil
    Hasil analisis data dilaporkan, dan laporannya hendaknya mencakup ulasan
    lengkap tentang pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan bersama pelaksanaan
    pemantauannya serta perubahan yang dilakukan. Secara rinci laporan tersebut hendaknya
    mencakup ulasan tentang butir-butir berikut:
    a. bagaimana gagasan umum peneliti telah berkembang dan berubah dari permulaan
    sampai akhir penelitian, termasuk pengembangan penalaran untuk praktik yang
    dilakukan oleh peneliti ybs;
    b. bagaimana tindakan yang telah dirumuskan itu terlaksana melalui penjajagan, dan
    bagaimana tindakan itu dirumuskan kembali untuk tindakan masa datang;
    c. bagaimana pemantauan telah berlangsung dan apakah ada kemacetan, atau apakah
    ada perubahan teknis sesuai dengan kondisi lapangan yang dialami;
    d. situasi tempat dilaksanakan tindakan tersebut;
    e. tindakan strategik yang dilakukan dan apakah tindakan itu terus dilakukan, atau harus
    diubah (disengaja atau tak disengaja) selama pelaksanaan penelitian;
    f. konsekuensi tindakan yang dilakukan; termaksud, tak termaksud, terantisipasi, tak
    terantisipasi;
    g. perubahan peran semua orang yang terlibat;
    h. pengaruh pada orang, negosiasi lebih lanjut yang dilakukan;
    i. kesulitan yang dihadapi dan bagaimana kesulitan tersebut diatasi;
    j. keberhasilan usaha untuk menjaga kerahasiaan, keleluasaan pribadi dan kehati-hatian
    (apakah peneliti terlalu hati-hati atau harus lebih berhati-hati di masa datang);
    k. perbaikan/peningkatan (bila ada) dalam praktik dan pemahaman terhadap praktik
    tersebut; dan
    l. pendapat peneliti setelah melakukan tindakan terhadap subyek penelitian, dan apa
    yang telah diperoleh dari sistem komunikasi (penyampaian) di lembaga terkait
    (Kemmis & McTaggart, 1988).
    Pada dasarnya penelitian tindakan adalah penelitian yang berulang dan
    berkesinambungan seperti telah diuraikan pada Bagian I. Maksudnya, sekali prosedur
    tertentu diuji, masalah baru dirumuskan berdasarkan temuan pada ujicoba tindakan
    pertama. Oleh sebab itu, pada akhir laporan peneliti menyajukan rencana tindak lanjut.
    Peneliti memberikan kerangka beberapa gagasan sementaara yang menunjukkan posisi
    umum peneliti pada waktu siap memasuki putaran berikutnya. Peneliti hendaknya
    mengerjakan hal itu dengan lebih rinci pada putaran berikutnya, tetapi catatan singkat
    akan sangat menolong peneliti itu sendiri. Jadi dimuat pada akhir laporan adalah:
    Rencana umum terevisi (atau mungkin revisi dari rencana terdahulu) termasuk
    bidang tindakan yang dirumuskan kembali dan langkah-langkah tindakan kedua yang
    mungkin dilakukan serta teknik pemantauannya.
    DAFTAR PUSTAKA
    Carr, W & Kemmis, S. (1983) Becoming Critical: Education, Knowledge, and
    Action Research. Geelong, Victoria, Australia: Deakin University.
    Chein, I., Cook, S. dan Harding, J. (1982) The Field of Action Research. Dalam
    The Action Research Reader. Victoria: Deakin University.
    Cohen, L & Manion, L. (1980) Research Methods in Education. London &
    Canberra: Croom Helm
    Elliot, J. (1982) Developing Hypothesis about Classrooms from Teachers
    Practical Constructs: an Account of the Work of the Ford Teaching
    Project. Dalam The Action Research Reader. Geelong, Victoria: Deakin
    University.
    Grundy,S. & Kemmis, S. (1982) Educational Action Research in Australia: the
    State of the Art (an overview). Dalam The Action Research Reader.
    Geelong, Victoria, Australia: Deakin University
    Hodgkinson, H. (1982) Action Research: A Critique. Dalam The Action Research
    Reader
    Kemmis, s. & McTaggart, R. (1988) The Action Research Planner. 3rd ed.
    Victoria, Australia: Deakin University.
    McTaggart, R. (1991) Action Research: A Short Modern History. Geelong,
    Victoria, Australia: Deakin University.
    Oquist, P. (1977) The Epistemology of Action Research. Makalah tak diterbitkan,
    Simposium Munidal Sobere, Colombia, April 18-24, 1977.
    Palmer, P. & Jacobson, E. (1974) Action Research: A New Style of Polities in
    Education. Boston:IRE.
    Shumsky, A. (1982) Cooperation in Action Research. Dalam The Action Research
    Redear.
    Taba, H. & Noes, e. (1982) Steps in the Action Research Process. Dalam The
    Action Research Reader. Geelong, Victoria, Australia: Deakin University.
    Winter R (1989) Learning from Experience: Principles and Practice in Action-
    Research. London etc.: The Falmer Press.
    Read More